Google Sediakan 10 Ribu Beasiswa Analis Data di Indonesia
Google menyediakan beasiswa untuk 10.000 orang di Indonesia melalui program Google Career Certificate. Program sertifikasi profesional ini dirancang untuk pekerjaan tingkat pemula sebagai analis data (data analyst).
Dalam program tersebut, peserta akan diajarkan cara mengumpulkan, mengubah, dan menyusun data untuk memberikan wawasan dan analisis baru kepada bisnis atau perusahaan.
Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf menyampaikan, program itu disediakan untuk mengatasi tingkat pengangguran yang mencapai 18% dari total penduduk berusia 20 – 24 tahun di Tanah Air.
“Kami harap dengan memberikan kursus gratis dalam program Google Certificates di bidang Data Analytics, dapat membantu ribuan orang Indonesia menemukan pekerjaan yang bergaji cukup tinggi dalam ekonomi digital yang sedang berkembang pesat saat ini,” kata Randy dalam keterangan pers, Selasa (24/5).
Google akan memberikan setengah beasiswa tersebut kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk mendukung program Digital Talent Scholarship.
Di sektor pendidikan, cabang filantropi Google.org juga mengumumkan hibah tambahan US$ 500 ribu kepada Bebras Indonesia. Ini untuk memberikan pelatihan keterampilan computational thinking kepada lebih banyak guru.
Lembaga nonprofit di bidang pendidikan itu telah melatih 23.300 guru selama dua tahun terakhir. Ini untuk membantu siswa agar dapat berpikir kritis ketika menghadapi masalah yang kompleks.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate pun bertemu Presiden Google Asia Pasifik Scott Beaumont dalam acara World Economy Forum di Davos, Swiss. Pertemuan ini menindaklanjuti kerja sama dalam ekosistem digital.
Kerja sama yang sudah dilakukan antara pemerintah Indonesia dengan Google antara lain:
- Pengembangan sumber daya manusia
- Pemanfaatan sistem digital
- Penanggulangan berita hoaks
Google memproyeksikan potensi ekonomi digital Indonesia tumbuh menjadi US$ 140 miliar pada 2025. Proyeksi ini bisa dicapai jika Nusantara bisa memanfaatkan ruang digital dan menghindari penyalahgunaan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
"Google mempunyai atensi yang cukup tinggi karena perkembangan digital ekonomi Indonesia selama Covid-19 bertumbuh positif. Tahun lalu, ekonomi digital menjadi double digit dan kuartal I ini tumbuh 7%," kata Johnny dalam siaran pers.
Pengembangan ekonomi digital menjadi salah satu strategi utama Indonesia dalam transformasi ekonomi. Selain itu, menjadi salah satu sektor yang diyakini bisa mempercepat pemulihan ekonomi setelah dilanda pandemi virus corona.
"Dengan memperluas jaringan infrastruktur dan penguatan sumber daya manusia, maka peluang ekonomi digital semakin bermanfaat," kata Johnny.
Selain pandemi, perkembangan ekonomi digital di Indonesia dipicu pergeseran pola perilaku masyarakat. Mereka cenderung menggunakan platform digital untuk kegiatan di berbagai bidang untuk mengantisipasi virus corona.
Oleh karena itu, pemerintah berupaya memenuhi kebutuhan talenta digital demi mempercepat agenda transformasi digital nasional. Salah satunya, dengan mengadakan pelatihan keterampilan di berbagai tingkatan.
"Permintaan talenta digital sangat besar. Tahun lalu, kami melakukan pelatihan keterampilan digital dasar bagi 12,5 juta penduduk Indonesia dalam satu tahun dan menargetkan jumlah 5,5 juta peserta ikut ambil bagian di tahun ini," kata Johnny.
Kominfo juga mengadakan program Gerakan Nasional Literasi Digital berupa pelatihan agar masyarakat memiliki kecakapan digital tingkat dasar. Selain itu, mempersiapkan talenta digital dengan kecakapan tingkat menengah melalui program Digital Talent Scholarship.
" Kami membutuhkan sembilan juta talenta digital intermediate untuk 15 tahun ke depan. Ini ,artinya setiap tahun kami harus memastikan ada 600 ribu. Hal yang tentunya tidak mudah," tambah dia.
Dari kebutuhan 600 ribu talenta digital per tahun, pemerintah memberi dukungan dengan melatih 200 ribu peserta.
Pada tingkat mahir (advance), Kominfo menyediakan pelatihan untuk para pembuat kebijakan. Kuotanya hanya untuk 500 peserta setiap tahun.
"Ini bekerja sama dengan universitas global terkemuka seperti Oxford, Cambridge, Tshinghua dan banyak lainnya, untuk memastikan bahwa pembuat kebijakan digital akan tersedia untuk pemerintah," kata Johnny.