Raksasa Teknologi dan Unicorn Bantu RI Atasi Defisit Talenta Digital
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, Indonesia kekurangan 400 ribu – 500 ribu talenta digital per tahun. Pemerintah dibantu oleh raksasa teknologi dan para unicorn untuk mengatasi hal ini.
Berdasarkan riset McKinsey dan Bank Dunia, Indonesia membutuhkan sekitar sembilan juta talenta digital selama 2015 hingga 2030. Ini artinya, ada kebutuhan 600 ribu tenaga ahli di bidang siber per tahun.
Namun hanya 20% dari total 4.000 kampus di Indonesia yang memiliki program studi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Sedangkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, Indonesia membutuhkan 17 juta tenaga kerja dengan keterampilan teknologi yang mumpuni saat ini. Hal ini karena Tanah Air ingin meraup potensi maksimal dari ekonomi digital.
Selain itu, Indonesia akan menghadapi bonus demografi ketika 70% populasi didominasi oleh Gen Z dalam beberapa tahun ke depan. Oleh karena itu, Erick mendorong generasi muda untuk terampil, kompeten dan melek teknologi.
"Pertumbuhan ekonomi tidak boleh hanya mengandalkan sumber daya alam (SDA), tapi harus diperkuat dengan knowledge based economy yang tumbuh dari hasil inovasi atau kapabilitas untuk mendongkrak kondisi ekonomi itu sendiri," kata Erick dalam Webinar 'Pekan Milenial Naik Kelas', Selasa (5/4).
Raksasa Teknologi Bantu RI Atasi Defisit Talenta Digital
Indonesia pun dibantu oleh raksasa teknologi dan para unicorn dalam mengatasi defisit talenta digital. Amazon Web Services (AWS) misalnya, menyediakan pelatihan digital lewat program AWS re/Start.
Program tersebut telah diselenggarakan di 40 negara. Di Indonesia, AWS bekerja sama dengan Orbit Future Academy.
Country Manager Indonesia AWS Gunawan Susanto mengatakan, AWS dan Orbit Future Academy menggelar AWS re/Start selama 12 pekan. Program menyasar talenta digital Indonesia di 25 provinsi, dengan syarat minimal lulusan SMA atau sederajat.
Program bersifat gratis dan terbuka bagi individu tanpa pekerjaan tetap maupun pekerja paruh-waktu untuk membangun keterampilan di bidang cloud. Namun, AWS tidak menyebut target jumlah peserta program.
"Dalam pelatihan ini kami mengenalkan fundamental teknologi informasi (IT) dan teknologi cloud dari AWS," kata Gunawan dalam konferensi pers virtual, Kamis (7/4).
Pelatihan itu juga memfasilitasi keterampilan pemrograman, jaringan, keamanan, dan basis data relasional. Pelatihan dilaksanakan melalui proses pembelajaran berbasis skenario dunia nyata, lab praktik, dan penugasan.
Pada akhir program, lulusan akan memiliki keterampilan teknis, komunikasi, dan pengelolaan diri. Lulusan juga dipersiapkan mendapatkan sertifikasi AWS Certified Cloud Practitioner (CCP).
Gunawan mengatakan, Orbit Future Academy akan mendukung para lulusan dengan keterhubungan pemberi kerja tingkat lokal. Lulusan program AWS re/Start juga dipersiapkan untuk bisa bekerja di bidang cloud tingkat pemula misalnya operasional, keandalan situs, dan dukungan infrastruktur.
Kementerian Kominfo juga bekerja sama dengan AWS menggelar program pelatihan Digital Leadership Academy tahun ini. Program ini bertujuan mengatasi defisit talenta digital di Indonesia, terutama di sektor pemerintahan.
Kominfo juga menggandeng beberapa universitas global yakni National University of Singapore, Tsinghua University, Cornell University, Massachusetts Institute of Technology, University of Oxford, Harvard Kennedy School, Imperial College London, dan University of Cambridge.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Kominfo Hary Budiarto menyampaikan, peserta akan mendapatkan pelatihan kemampuan digital dari AWS, universitas, serta kementerian dan lembaga.
"Kami menargetkan 550 orang peserta pada 2022," kata Hary dalam konferensi pers virtual pada akhir bulan lalu (31/3).
Peserta pelatihan terpilih merupakan gabungan dari berbagai sektor, baik publik dan privat. "Ini terdiri dari Aparatur Sipil Negara (ASN) di kementerian dan lembaga, TNI, Polri, DPR, DPD, DPRD, akademisi, BUMN, BUMD, serta C level dari sektor privat," ujar Hary.
Menteri Kominfo Johnny G Plate mengatakan, program Digital Leadership Academy merupakan bentuk kesiapan sektor pemerintahan dalam merespons perubahan zaman. "Ini perlu didorong dan dilaksanakan sesegera mungkin, terlebih Indonesia mempunyai potensi ekonomi digital yang besar," ujarnya.
Google, Temasek, dan Bain dalam laporan bertajuk e-Conomy SEA 2021 memperkirakan, nilai ekonomi digital Indonesia US$ 70 miliar atau Rp 997 triliun pada 2021. Nilainya diprediksi melonjak menjadi US$ 146 miliar atau sekitar Rp 2.080 triliun pada 2025.
Namun Riset AWS dan AlphaBeta menunjukkan, hanya 19% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia yang mempunyai keahlian di bidang digital. Padahal, Nusantara butuh 110 juta talenta digital baru untuk mendukung ekonomi pada 2025.
Berdasarkan data Linkedin, jumlah talenta digital di Tanah Air hanya 0,2% dari total angkatan kerja pada 2019. Indonesia pun menempati urutan kesembilan dari total 11 negara yang disurvei. Rinciannya sebagai berikut:
Raksasa teknologi lain yang turut mengatasi defisit talenta digital di Indonesia, yakni Microsoft. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini meluncurkan platform belajar Microsoft Learn, portal inovasi Azure dalam Bahasa Indonesia, dan Microsoft for Startups Founders Hub bagi pemilik startup.
Microsoft juga berkolaborasi dengan 15 universitas negeri dan swasta tahun lalu. Ini bertujuan menyiapkan sertifikasi digital berstandar internasional bagi 3.300 mahasiswa, di bidang data, kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), keamanan siber, Azure, atau lainnya.
Perusahaan juga bekerja sama dengan 10 universitas dalam negeri, memberikan pelatihan bagi total 100 dosen untuk menjadi pendidik abad 21.
Microsoft pun menggandeng Kementerian Kominfo dalam melatih sekitar 2.000 orang lewat Digital Talent Scholarship Professional Academy dan Fresh Graduate Academy 2021. Selain itu, melatih 1.121 mahasiswa melalui Program Studi Independen Bersertifikat (PSIB) Microsoft yang merupakan bagian dari Kampus Merdeka gelaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Google juga memberikan pelatihan digital melalui program Grow with Google. “Ini terbuka untuk umum,” kata Head of Corporate Communications Google Indonesia Jason Tedjakusuma dalam Webinar Selular Congress 2022, akhir bulan lalu (31/3).
Raksasa teknologi itu juga mempunyai beberapa program lain untuk mencetak lebih banyak talenta digital. Google pun bekerja sama dengan startup seperti Aruna dan kementerian.
Perusahaan asal Cina, Huawei turut mengatasi defisit talenta digital di Indonesia. Salah satunya, lewat kerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dalam melatih 100 ribu talenta digital .
Kemitraan itu akan mencakup tiga wilayah utama, yakni peningkatan mutu SDM melalui pelatihan dan sertifikasi vokasi, pelatihan bagi fasilitator atau training for trainer (TOT), serta pelaksanaan pengembangan dan pembinaan SDM dalam pelatihan kerja di ketinggian dan keselamatan serta kesehatan kerja (K3).
Unicorn di Balik Upaya RI Atasi Defisit Talenta Digital
Komisaris Bukalapak Bambang Brodjonegoro mengatakan, perusahaan mempunyai program magang bersertifikat bernama Cakrawala. Ini menyasar mahasiswa agar mendapatkan pengalaman bekerja di berbagai bidang, seperti business intelligence, data science hingga software development.
Program Bukalapak itu terintegrasi dengan program dari Kemendikbud Ristek yakni Kampus Merdeka. Kemendikbud Ristek meluncurkan Kampus Merdeka untuk memberikan kesempatan bagi mahasiswa memilih mata kuliah yang akan mereka ambil secara bebas.
Bukalapak juga mempunyai program magang selama tiga bulan, yakni BukaPotensi. Ini dirancang khusus untuk mengembangkan calon talenta digital dari mahasiswa yang bersiap menjadi tenaga kerja di Bukalapak.
Kemudian, perusahaan mengembangkan pusat penelitian dan pengembangan alias research and development (R&D). "Pusat penelitian ini menjadi rumah bagi 1.000 engineer di Bukalapak," kata Bambang dalam webinar Katadata dengan University of Technology Sydney (UTS) bertajuk The Future of the Digital Economy in Indonesia, akhir tahun lalu (23/11/2021).
Sedangkan GoTo dan Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB) mengajak pelaku industri teknologi lainnya untuk berkolaborasi dalam program Generasi GIGIH. Program ini bertujuan meningkatkan keterampilan talenta digital Tanah Air.
Chairwoman Yayasan Anak Bangsa Bisa Monica Oudang menyampaikan, peningkatan kinerja ekonomi digital akan berdampak pada perubahan lanskap pekerjaan ke depan. Oleh sebab itu, GoTo menggelar program yang bertujuan mengembangkan talenta digital.
“Kami berharap, lulusan Generasi GIGIH akan memiliki kompetensi teknis yang sesuai dengan kebutuhan industri, mempunyai cara berpikir baru dalam memecahkan masalah, dan tangguh menghadapi perubahan ke depan,” kata Monica dalam keterangan pers, pada Januari (27/1).
Perusahaan asal Singapura, Sea Group juga turut mengatasi talenta digital di Indonesia. Induk Shopee dan Garena ini meluncurkan wadah pelatihan bernama Sea Labs Indonesia bulan lalu (1/3).
Sea Chairman and Group CEO Forrest Li mengatakan, Sea Labs Indonesia berlokasi di Pacific Century Place Office Tower. Ini merupakan komitmen perusahaan dalam mengembangkan talenta digital di Indonesia.
Sea Labs Indonesia menargetkan 1.000 talenta digital hingga 2023, terutama yang memiliki keahlian sebagai engineer dan product manager. “Kami berharap bisa mengumpulkan talenta digital untuk mendukung digital ekonomi Indonesia di masa yang akan datang," kata Li dalam acara peresmian Sea Labs Indonesia, Selasa (1/3).