Luhut Anggap Indonesia Tak Butuh BTS Usai Starlink Resmi Beroperasi

Lenny Septiani
5 Juni 2024, 12:27
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (kanan) dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kiri) menyampaikan keterangan pers seusai Pertemuan Tingkat Menteri World Water Forum ke-10 di Nusa Dua, Bali, Selasa (21/5/2024).
ANTARA FOTO/Media Center World Water Forum 2024/Wahdi Septiawan/nym.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (kanan) dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kiri) menyampaikan keterangan pers seusai Pertemuan Tingkat Menteri World Water Forum ke-10 di Nusa Dua, Bali, Selasa (21/5/2024).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Internet cepat Starlink sudah tersedia di Indonesia sejak bulan lalu (19/5). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan keberadaan Starlink membuat Indonesia tidak perlu lagi berinvestasi membangun memiliki menara tower internet Base Transceiver Station (BTS).

“Sekarang enggak perlu ada BTS, sudah ada Starlink. Buat apa lagi,” kata Luhut dalam acara Ngobrol Seru: Ngobrol yang Paten-paten Aja Bareng Menko Marves, secara virtual, Selasa (4/6).

Luhut mengatakan dengan Starlink, akan membuat layanan kesehatan dan pendidikan menjadi lebih baik. Sebab, akan semakin banyak wilayah blank spot atau yang belum terjangkau internet berkurang alias daerah tertinggal, terdepan, terluar.

“Kalau semakin kurang (blank spot), komunikasi bisa lebih bagus lagi ke daerah-daerah terpencil, untuk memberikan layanan kesehatan dan pendidikan,” ujar dia.

Ia mengatakan biaya yang dibutuhkan pada sektor kesehatan akan jauh lebih murah menggunakan Starlink dibandingkan menggunakan jasa telekomunikasi lain. Menurutnya dengan internet Starlink, layanan kesehatan di daerah terpencil bisa mendapatkan saran dan masukkan dari dokter yang berpengalaman di Jakarta.

Nantinya, “sampai pada titik nanti operasi juga dari jarak jauh bisa dilakukan dari Jakarta,” katanya.

Luhut menyebutkan kehadiran Starlink di Indonesia untuk memberikan kesempatan yang sama untuk semua masyarakat, termasuk mengakses layanan internet.

Telkom pun sudah menyasar konsumen di 3T lewat IndiHome. IndiHome dan Starlink sama-sama menyediakan layanan internet dengan perangkat khusus.

Kehadiran Starlink ini disertai kontroversi isu keamanan. Aerospace engineer dan praktisi teknologi kedirgantaraan Dr Dipl. Ing. Lilly S. Wasitova menyampaikan, India masih menolak kehadiran Starlink di negaranya. “Masuknya Starlink bisa menjadi faktor keamanan dan kedaulatan India menjadi rentan,” katanya dalam keterangan pers, Kamis (26/4).

Pemerintah India sudah melakukan kajian mendalam, sehingga menolak kehadiran internet berbasis satelit milik Starlink.

“Tidak bisa disamakan kepentingan negara dengan kepentingan entitas bisnis,” kata dia. “Saya berharap Indonesia sebagai negara berdaulat dapat mencontoh India dalam mempertahankan keamanan dan kedaulatan ketika Starlink hadir langsung untuk melayani masyarakat.”

Ia berharap, pemerintah melindungi Indonesia dari potensi ancaman kedaulatan dan kemaslahatan rakyat dari upaya-upaya yang merugikan Negara.

“Selain itu, karena sistem dan data yang ada tidak berada di wilayah kedaulatan, Starlink masuk ke wilayah sejatinya sudah membuka kerentanan terhadap keamanan suatu negara,” ujar dia.

“Wahana ruang angkasa itu seolah-olah senyap dan terlihat kasat mata, namun punya potensi ancaman keamanan serta kedaulatan suatu negara,” ia menambahkan.

Lilly prihatin dengan rencana pemerintah untuk mempergunakan Starlink pertama kali di IKN atau calon ibu kota Indonesia yang dinilai sangat strategis. 

Menurut Lilly, Kominfo seharusnya melakukan kajian mendalam tentang kebutuhan layanan telekomunikasi menggunakan satelit dan kajian keamanan nasional dapat dibuka terlebih dahulu ke publik.

Kajian itu penting untuk menakar kebutuhan telekomunikasi menggunakan satelit di Indonesia. Selain itu, bisa mengetahui ancaman terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan dapat diminimalisasi.

“Seharusnya Indonesia memiliki data mengenai kapasitas satelit yang dimiliki oleh perusahaan nasional,” kata Lily. 

Reporter: Lenny Septiani
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...