Kasus Evergrande Meluas, 12 Perusahaan Properti Cina Gagal Bayar Utang
Kasus gagal bayar utang di Tiongkok tak hanya menghantam raksasa properti Evergrande. Berdasarkan laporan terbaru dari Moody's Analytics, ada 12 perusahaan properti atau real estate di Tiongkok yang mengalami gagal bayar utang hingga masa jatuh tempo selesai.
Ekonom dari Moody's Analytics, Christina Zhu mengatakan, nilai gagar bayar utang 12 perusahaan properti itu mencapai 91,2 miliar yuan atau US$ 3 miliar pada semester I-2021. "Ini berkontribusi hampir 20% dari total gagal bayar utang korporasi pada enam bulan pertama tahun ini, terbesar dari seluruh sektor," kata Zhu pada Jumat (15/10) dikutip dari CNN Internasional.
Menurut Zhu, kondisi itu terjadi karena pasar properti di Negeri Panda yang terus berkurang dalam beberapa bulan terakhir. Sebenarnya, pasar properti Tiongkok telah bangkit setelah terhenti sementara akibat pandemi virus corona Covid-19.
Namun, kondisi itu tak berlangsung sama. Tak ada pula tanda-tanda bantuan untuk mendongkrak pertumbuhan pasar properti. "Selama beberapa bulan terakhir, ukuran pertumbuhan harga, konstruksi, dan penjualan telah sangat berkurang," kata Zu.
Penjualan properti yang diukur dengan luas lantai terjual tercatat turun 18% pada Agustus 2021 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara, harga rumah baru hanya meningkat 3,5% dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan itu merupakan yang terkecil sejak pasar properti pulih dari dampak pandemi corona pada Juni 2020.
Masalah lainnya karena banyak proyek properti yang belum selesai, meski permintaan tetap ada. Mayoritas atau 90% properti baru di Tiongkok telah terjual sebelum selesai terbangun.
Bandingkan dengan kondisi bisnis properti di Indonesia, yang tercermin dari pergerakan harga properti pada Databoks di bawah ini:
Ada pula persoalan 30 juta properti yang belum terjual di Tiongkok. Kepala ekonom Asia dari Capital Economics Mark Williams mengatakan, sejumlah propoerti itu dapat menampung sekitar 80 juta orang. Angkanya hampir setara dengan seluruh populasi di Jerman.
Lebih lanjut, sebanyak 100 juta properti di Tiongkok telah dibeli, namun belum ditempati hingga saat ini. Padahal, sejumlah properti tersebut dapat menampung hingga sekitar 260 juta orang. Kondisi tersebut telah menarik perhatian selama bertahun-tahun, bahkan membuatnya dijuluki sebagai "Kota Hantu" Tiongkok.
Sebagai informasi, properti dan sektor terkait menjadi bagian besar dari ekonomi Tiongkok. Sektor tersebut menyumbang hingga 30% dari produk domestik bruto (PDB) di Negeri Tirai Bambu.
"Proporsi output ekonomi yang terkait dengan konstruksi dan kegiatan terkait jauh lebih tinggi daripada sektor ekonomi utama lainya," kata Williams.