Produk Kreatif Ramah Lingkungan Lebih Laku di Luar Negeri

Dini Hariyanti
4 Desember 2018, 20:24
Paviliun Indonesia di Annual Meeting IMF-WB 2018
Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA
Seorang wanita asing sedang melihat produk pameran yang di suguhkan oleh Indonesia Pavvilion, (9/10).

Pebisnis rintisan yang menjual produk ramah lingkungan (eco friendly) mengaku, permintaan terbesar selalu datang dari luar negeri seperti kawasan Eropa. Banderol harga yang dianggap lebih mahal kerap menjadi alasan konsumen lokal batal membeli.

Hal tersebut dikemukakan beberapa jenama di bidang ekonomi kreatif, yakni Sapu Upcycle, Evoware, dan Mycotech. Pada satu sisi, para pelaku usaha dapat memahami respon konsumen domestik yang relatif kurang memiliki kesadaran seputar isu lingkungan hidup.

(Baca juga: Startup Desain Produk Ramah Alam Butuh Dukungan Modal dan Riset

Pendiri Sapu Upcycle Erika Firniawati menyatakan bahwa sekitar 70% dari volume produksi bulanan yang berkisar  1.500 pieces dikirim ke Eropa. "Pembeli produk kami biasanya menemukan kami melalui kegiatan pameran. Paling banyak pembeli kami dari Inggris dan Perancis," katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (4/12).

Sejak awal merintis bisnis, Sapu Upcycle fokus kepada strategi pemasaran dengan cara aktif turut serta dalam pameran. Opsi lain ialah dengan sistem konsinyasi atau semacam menitipkan produk di toko tertentu yang dinilai mewakili segmen konsumen yang mereka bidik.

Sapu Upcycle merupakan jenama produk fesyen berbahan baku ban bekas truk. Usaha rintisan bermarkas di Semarang, Jawa Timur ini berkiprah sejak 2010. Kini terdapat puluhan varian produk, seperti tas dan perhiasan.

"Perbedaan utama karakter konsumen lokal dan asing memang penerimaan harga. Produk kami ini upcycling, dari limbah itu proses pengolahannya lebih panjang. Konsumen asing lebih mengapresiasi produk ramah lingkungan," ujar Erika.

Co Founder Evoware David Christian menjelaskan, kesadaran masyarakat Indonesia untuk mengendalikan sampah yang dihasilkan masing-masing individu terbilang minim. Tak heran, lebih dari 80% konsumen Evoware juga berada di luar negeri.

"Ekspor kami lazimnya ke Eropa dan Amerika. Bagi konsumen lokal produk kami (dianggap) mahal. Kami memang menargetkan volume produksi meningkat agar lebih massal dan harga lebih terjangkau," katanya.

Evoware memulai bisnis desain produk dan kemasan ramah lingkungan sejak 2016. Perusahaan rintisan ini sekarang bisa dapat memproduksi sekitar 200 gelas dan 10 meter kemasan per hari. (Baca juga: Produsen Kemasan Berbahan Rumput Laut Membuka Pasar Ekspor

Sementara itu, jenama Mycotech mengaku bahwa kapasitas produksi menjadi tantangan untuk meningkatkan daya saing dengan produk konvensional lokal. Volume produksi yang relatif terbatas membuatnya sukar mematok harga kompetitif.

CTO dan Co-Founder PT Miko Bahtera Nusantara Arekha Bentangan mengatakan, volume produksi Mycotech belum semassal produk konvensional. Kapasitas produksi akan terus ditingkatkan agar dapat memberi harga yang kompetitif, khususnya untuk konsumen lokal.

"Kami belum bisa turunkan harga kami di bawah produk konvensional. Di dalam negeri banyak yang tertarik pakai produk kami tetapi kerap jadi masalah adalah harga. Jadi, sekitar lebih dari 50% produk kami itu diekspor," tuturnya.

(Baca juga: Paten HKI Memudahkan Mycotech Perluas Jaringan Bisnis

Mycotech hadir dalam wujud aneka material berbahan baku jamur yang separuh permintaannnya berasal dari luar negeri. Produk yang kini dipasarkan terutama panel dengan fungsi dekoratif, material konstruksi spasial serupa pohon, serta produk fesyen ekslusif.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...