Internet Cepat, Kunci Peningkatan Literasi Digital

Image title
Oleh Shabrina Paramacitra - Tim Riset dan Publikasi
19 Agustus 2022, 15:51
Performa jaringan internet kabel di Indonesia kalah cepat dengan para jiran di Asia Tenggara. Padahal, jaringan internet fixed broadband yang baik dapat mendorong peningkatan literasi digital.
ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/rwa.

Performa jaringan internet kabel/pita lebar (fixed broadband) di Indonesia tertinggal dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara. Kesimpulan ini diambil berdasarkan hasil Speedtest Intelligence yang dilakukan Ookla pada kuartal I-IV tahun lalu. Kendati demikian, Indonesia berupaya untuk terus meningkatkan performa kecepatan internetnya.

Hasil Speedtest Intelligence Ookla menunjukkan, kecepatan fixed broadband di Indonesia telah meningkat selama setahun terakhir, dari median kecepatan unduh 17,37 megabit per detik (megabits per second/Mbps) pada Maret 2021, menjadi 21,23 Mbps pada Maret 2022. 

Indonesia menempati peringkat ke-114 pada Speedtest Global Index untuk median kecepatan unduh tetap (fixed download), berdasarkan data Mei 2022.

Kecepatan unggah fixed broadband memang meningkat dengan margin yang lebih besar, dari 4,95 Mbps pada Maret 2021, menjadi 9,73 Mbps pada Maret 2022. Namun, meski lintasannya membaik, performa fixed broadband di Indonesia tetap saja tertinggal dari banyak jiran.

Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2021 menunjukkan, pengguna internet di Indonesia terus meningkat. Totalnya mencapai 196 juta pengguna atau 73,7 persen dari total populasi. Angka tersebut tumbuh 8,9 persen dari capaian tahun sebelumnya. 

Kendati permintaan internet melonjak, penetrasi jaringan fixed broadband di Tanah Air justru masih minim. Data Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) tahun 2021 menunjukkan, penetrasi serat optik ke rumah tangga baru sekitar 10,45 persen dari total wilayah di Indonesia.

Laporan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) bertajuk Indonesia ICT Industry Outlook 2021 mengungkap, persoalan infrastruktur masih menjadi hambatan bagi penetrasi internet. Sementara, merentangkan jaringan internet merupakan investasi padat modal yang membutuhkan dana besar. Alhasil, penetrasi serat optik masih sangat terbatas. 

Investasi jaringan fixed broadband di Indonesia cenderung merosot saat pandemi Covid-19. Sejumlah penyedia jaringan memangkas operasional, menghentikan penggelaran infrastruktur, hingga terancam gulung tikar.

Fixed Broadband, Masa Depan Internet

Intensitas penggunaan internet yang tinggi semasa pandemi membuat masyarakat menuntut layanan internet yang lebih stabil. Hal ini lebih dapat dipenuhi oleh layanan fixed broadband, alih-alih layanan seluler atau mobile broadband

Berdasarkan data International Telecommunication Union (ITU) pada 2020, jumlah pengguna internet fixed broadband di Indonesia hanya 10,71 juta pelanggan. Angka itu jauh lebih rendah dibanding pelanggan seluler yang menembus 180 juta pelanggan, dengan kepemilikan 330 juta nomor seluler.

Merza Fachys, Presiden Direktur PT Smartfren Tbk, mengakui bahwa internet fixed broadband merupakan tujuan ideal internet masa depan. Menurut dia, perilaku masyarakat akan berubah, dari yang semula bergantung pada jaringan seluler, menjadi bergantung pada layanan fixed broadband. 

Ke depan, tak ada lagi penghuni rumah yang menggunakan jaringan seluler, melainkan jaringan tetap. “Kalau saya bicara ideal, entah berapa tahun ke depan, semua rumah harus terjangkau fiber optic (serat optik). Seperti di Korea Selatan atau Finlandia, tidak ada lagi rumah yang tak pakai fiber optic,” ujar Merza.

Sementara itu, dikutip dari Bisnis.com, Direktur Telekomunikasi Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Aju Widya Sari mengatakan pemerintah telah menyiapkan konektivitas lewat Palapa Ring. 

Proyek pembangunan infrastruktur jaringan tulang punggung serat optik nasional itu bertujuan untuk meratakan akses pita lebar (broadband) sepanjang 36.000 kilometer (km). Proyek ini terdiri atas tujuh lingkar kecil serat optik, yakni wilayah Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Papua, Sulawesi dan Maluku.

“Apalagi nanti juga akan ditambah dengan persiapan lelang frekuensi untuk middle-band (jaringan tengah), frekuensi 700 MHz (megahertz) dari ASO (analog switch off/penutupan siaran analog), dan yang paling penting juga adalah bagaimana Kominfo menyediakan fasilitas untuk kebutuhan industri ini,” paparnya.

Bantu Tingkatkan Literasi Digital

Survei Katadata Insight Center (KIC) dan Kominfo menunjukkan Indeks Literasi Digital Indonesia berada di level 3,49 pada 2021. Angka ini menempatkan tingkat literasi digital Indonesia dalam kategori sedang, dengan skala skor indeks 0-5.

Pemerataan akses, peningkatan kualitas dan kestabilan akses internet dapat mendukung literasi digital masyarakat. Dengan adanya akses internet yang memadai, masyarakat akan banyak terbantu dalam kegiatan sehari-harinya. 

Mulai mencari dan berbagai informasi, melakukan transaksi keuangan, hingga mengikuti berbagai pelatihan daring yang memfasilitasi pembelajaran. Kecakapan digital masyarakat pun akan terus berkembang.

Maka, tak hanya menyediakan infrastruktur, Kominfo juga melakukan kegiatan edukasi dan pelatihan. Bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi dan jejaring mitranya, lembaga itu secara aktif melakukan berbagai pelatihan yang dilakukan berdasarkan empat pilar literasi digital. Hal ini dilakukan demi meningkatkan kapasitas talenta digital di Indonesia.

Pelatihan-pelatihan tersebut mencakup materi tentang keamanan berinternet, cara memanfaatkan internet untuk hal-hal produktif, menjaga sopan santun dalam komunikasi digital, hingga mencegah perundungan di dunia maya. Informasinya dapat dilihat via laman info.literasidigital.id.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...