Jadi Eksportir Rempah Dunia, RI Masih Hadapi Sejumlah Pekerjaan Rumah
Indonesia masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah besar bila ingin mewujudkan cita-cita menjadi eksportir rempah dunia. Tiga besar komoditas rempah yakni lada, cengkeh dan pala diunggulkan pemerintah untuk menembus pasar dunia.
Ketua Umum Dewan Rempah Indonesia (DRI) Gamal Nasir menjelaskan pemerintah dan pelaku usaha tak boleh terlena dalam pengembangan komoditas unggulan nonrempah, sehingga mengabaikan pengembangan komoditas jenis ini. “Banyak hal yang harus dilakukan karena rempah sudah berjaya sejak jaman penjajahan Belanda,” kata Gamal di Jakarta, Senin (22/10).
(Baca: Produksi Rendah Hambat Potensi Ekspor Kayu Manis Lokal)
Menurutnya, pemerintah harus meningkatkan produksi ketiga komoditas yang jadi rencana strategis. Dia pun meminta pemerintah juga mulai memperhatikan komoditas rempah lainnya seperti kayu manis dan vanila.
Pemerintah juga didorong fokus pada pengembangan lada hitam di Lampung, lada putih di Bangka, pala di Papua, dan cengkeh di Halmahera jika ingin menggenjot ekspor. “Kalau mau ekspor harus ada peningkatan produksi,” ujarnya.
Karenanya pemerintah terus mendorong program kemitraan antara perusahaan dan petani. Sebab, petani perlu diberikan pembinaan dan penyuluhan agar produksi dan kualitas rempah terus meningkat.
Selain itu, rantai distribusi juga menurutnya harus ada proses perbaikan agar harga rempah di tingkat petani bisa lebih baik dan bernilai tambah disertai bantuan promosi pemerintah untuk meningkatkan konsumsi rempah nasional.
Seluruh kegiatan pun dibarengi dengan peningkatan industri hilir. “Supaya banyak manfaatnya untuk petani dan pelaku usaha,” kata Gamal.
Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Agus Wahyudi, mengungkapkan pemerintah menarget peta jalan ekspor 150 ribu ton untuk masing-masing komoditas rempah pada 2024. Peta jalan jadi solusi yang kerap terjadi pada pengembangan komoditas rempah.
(Baca: Ekspor RI Menyusut 6,58% di September 2018)
Beberapa hal yang akan jadi fokus pemerintah di antaranya terkait kesuburan lahan, ketersediaan benih, serta kesiapan melawan hama dan penyakit. “Kami akan melakukan standardisasi supaya produk lokal sesuai dengan kebutuhan global,” ujar Agus.
Selain itu, dia juga mencatat peralihan lahan rempah menjadi tanaman lain yang lebih menguntungkan menjadi kendsala lain dalam upaya pengembangan dan peningkatan produksi komoditas rempah. Ke depan, pemerintah berupaya mengembalikan korvensi lahan, tetapi tak menjelaskanya secara detail.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari hingga September 2018, ekspor rempah belum menunjukkan kinerja yang apik. Tanaman obat, aromatik, dan rempah, misalnya mencatat penurunan ekspor sebesar 10,34% menjadi US$ 440,13, dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 490,88 juta.
Demikian halmya dengan lada hitam, dimana kinerja ekspornya anjlok hingga 59,22% dari US$ 74,40 juta menjadi US$ 30,34 juta dan lada putih yang turun 30,56% dari US$ 99,49 juta menjadi US$ 69,09 juta. Kenaikan hanya terjadi pada komoditas cengkeh yang meningkat 85,27% dari US$ 21,53 juta menjadi US$ 39,89 juta.