2023 Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah, Krisis Pangan Mengancam

Tia Dwitiani Komalasari
20 November 2023, 11:11
Foto udara area persawahan yang mengering akibat kemarau di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
ANTARA FOTO/Arnas Padda
Foto udara area persawahan yang mengering akibat kemarau di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, megatakan 2023 menjadi tahun penuh rekor temperatur. Cuaca panas yang dialami Indonesia, juga menyerang banyak tempat di seluruh belahan dunia. 

"Tahun ini (2023-red) adalah tahun penuh rekor temperatur. Kondisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya, dimana heatwave (gelombang panas) terjadi banyak tempat secara bersamaan," ujar Dwikorita dikutip dari situs resminya, Senin (20/11).

Dia mengatakan, gelombang panas yang melanda Amerika Barat Juli 2023 lalu bahkan mencapai 53 derajat celcius.

Dwikorita mengungkapkan, Juni hingga Agustus merupakan tiga bulan terpanas sepanjang sejarah. Sementara Juli 2023 menjadi bulan paling panas.

Realitas evolusi iklim tersebut, menjadikan tahun 2023 berpeluang menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim, mengalahkan tahun 2016 yang juga sama-sama terjadi El Nino.

Stok Pangan Makin Rentan

Menurut Dwikorita, situasi ini merupakan dampak dari perubahan iklim yang juga memberi tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah langka. Hal itu menghasilkan apa yang dikenal dengan water hotspot.

Dia mengatakan, kondisi tersebut semakin meningkatkan kerentanan terhadap stok pangan dunia. FAO atau Organisasi Pangan dan Pertanian, bahkan memprediksi jika hal ini terus terjadi maka di tahun 2050 mendatang bencana kelaparan akan terjadi akibat krisis pangan.

Untuk mencegah hal tersebut, dia mengatakan, pemerintah bersama semua elemen masyarakat harus bekerjasama dan bergotong royong dalam melakukan aksi mitigasi. Aksi mitigasi tersebut mulai dari penghematan listrik, air, pengelolaan sampah, pengurangan energi fosil dan menggantinya dengan kendaraan listrik, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menanam pohon, restorasi mangrove, dan lain sebagainya.

Dwikorita mengatakan, implementasi strategi mitigasi dan adaptasi harus digencarkan di seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali. Apalagi, suhu udara permukaan di Indonesia diproyeksikan akan terus naik di masa yang akan datang.

Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga menjelaskan peran penting BMKG dalam mendukung adaptasi dan mitigasi di luar sebagai penyedia data. BMKG, memiliki informasi dan pengetahuan terkait perubahan iklim di Indonesia yang dapat digunakan untuk kepentingan perencanan pembangunan nasional. Karenanya, pelibatan BMKG mutlak harus dilakukan untuk mendukung aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

"Sistem peringatan dini yang dibangun BMKG tidak hanya menitikberatkan pada pemanfaatan teknologi, namun juga mendorong pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat. Kolaborasi diantara keduanya dapat semakin memperkuat early warning yang berdampak pada early action," ujarnya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, terdapat 55 peristiwa bencana di Indonesia selama periode 11-17 September 2023.

Kebakaran hutan dan lahan masih mendominasi bencana di Indonesia dalam sepekan terakhir, dengan total 31 kejadian. Jumlah ini setara dengan 56% dari total kejadian bencana nasional pada periode tersebut. 

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...