Australia dan RI Jalin Kemitraan Perubahan Iklim, Ini yang Dibidik
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Penny Williams, menyampaikan bahwa Australia dan Indonesia sudah menjalin kemitraan perubahan iklim. Kemitraan tersebut terutama dalam hal transisi energi sehingga bisa mencapai net zero emission lebih cepat.
Penny mengatakan, terbentuknya kemitraan iklim dan infrastruktur Indonesia-Australia bertujuan untuk membuka investasi yang berfokus pada iklim dan energi bersih. Kemitraan juga membantu Indonesia agar dapat memperoleh pembiayaan sektor swasta yang lebih besar untuk infrastruktur hijau.
"Kemitraan juga berfokus pada prioritas bersama untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas, perempuan, serta kelompok-kelompok yang rentan dan lemah juga memperoleh manfaat dari transisi energi,” ujar Penny dalam Peluncuran Prospek Ekonomi Indonesia oleh World Bank bertajuk "Climate Action for Development" di Jakarta, Rabu (13/12).
Ekosistem Kendaraan Listrik
Tak hanya itu, dia menyebutkan bahwa Australia dan Indonesia juga menciptakan langkah-langkah praktis dalam hal transisi energi. Salah satunya bekerja sama dalam mengembangkan ekosistem produk kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV) di Indonesia.
“Ketika Presiden Widodo mengunjungi Australia, kedua pemimpin negara juga sepakat untuk memajukan kerja sama dan kolaborasi dalam mengembangkan ekosistem produksi kendaraan listrik di Indonesia,” ujarnya.
Penny mengatakan, kolaborasi itu dilakukan oleh Australia dan Indonesia guna mencari peluang dalam hal standar environmental, social, and corporate governance (ESG), penelitian ilmiah, dan membangun hubungan bisnis baru serta membangun ekosistem tersebut.
“Sekali lagi, kolaborasi ini mencerminkan kepentingan bersama Australia dan Indonesia dalam mendukung satu sama lain untuk menghadirkan lebih banyak kendaraan listrik di jalan dan menciptakan peluang ekonomi,” kata dia.
Menurut Penny, Australia memiliki keahlian dan teknologi yang mendalam. Hal itu dapat memberi manfaat bagi Indonesia untuk mengembangkan rantai pasokan energi yang beragam dan tangguh.
“Indonesia adalah mitra utama bagi banyak program ekonomi dan iklim kami. Dan saya ingin menegaskan kembali komitmen Australia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dan keterlibatan kami dengan lembaga-lembaga ekonomi internasional seperti Bank Dunia dan OECD,” kata dia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Ad Interim Erick Thohir dan Menteri Industri dan Ilmu Pengetahuan Australia Ed Husic, menandatangani Nota Kesepahaman atau MoU tentang Pembentukan ‘Mekanisme’ Bilateral untuk Memajukan Kolaborasi Kendaraan Listrik antara Indonesia dengan Australia, Kamis (23/11).
“Indonesia dan Australia tidak hanya memiliki kedekatan geopolitik, namun keduanya juga memiliki sumber daya mineral yang melimpah, serta peluang untuk menjadi pemain kunci dalam rantai pasokan kendaraan listrik global,” kata Erick di Kantor Kementerian BUMN, Kamis (23/11).
Erick mengatakan bahwa Nikel dan litium adalah dua mineral utama yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik. Indonesia telah mengembangkan industri hilirisasi nikelnya menuju ekosistem kendaraan listrik dalam 5 tahun terakhir.
"Telah ada 3 pabrik di Indonesia yang beroperasi untuk memproduksi mixed hydroxide precipitate, bahan dasar prekursor baterai. Selain itu, beberapa proyek manufaktur baterai juga telah direncanakan akan dimulai pada beberapa tahun mendatang," ungkap Erick.
Sementara itu, Australia memiliki 24% cadangan lithium dunia (urutan kedua setelah Chili). Australia bahkan menyumbang 43% dari ekstraksi litium global pada 2022.
Australia dapat memanfaatkan sumber daya litium yang melimpah ini dengan berkolaborasi dengan Indonesia yang telah mengembangkan industri nikelnya. Dengan demikian, Indonesia dan Australia dapat membangun poros baru ekosistem baterai kendaraan listrik, serta menjalin aliansi.