Prabowo – Gibran: Carbon Capture Storage Bisa Jadi Komoditas Berharga
Juru bicara pasangan Prabowo - Gibran, Eddy Soeparno mengatakan Carbon Capture Storage atau CCS memiliki potensi besar untuk dijadikan komoditas berharga di Indonesia. Indonesia memiliki potensi CCS dengan kapasitas penyimpanan CO2 400 hingga 600 gigaton.
Potensi itu memungkinkan penyimpanan emisi CO2 Nasional selama 322 - 482 tahun, dengan perkiraan puncak emisi 1,2 gigaton CO2 ekuivalen pada 2030. Eddy mengatakan, tidak semua negara memiliki kemampuan reservoir yang bisa dimanfaatkan untuk Carbon Capture Storage.
“Carbon Capture Storage potensi besar,” kata Eddy dalam diskusi bertema ‘Menakar Masa Depan Transisi Energi yang Berkeadilan di Kawasan Industri Berbasis Nikel’ di Jakarta, Selasa (9/1).
“Saya kira Carbon Capture Storage harus diperlakukan sebagai komoditas berharga di Indonesia. Kenapa? Tidak semua negara memiliki kemampuan reservoir atau sanitasi air yang dimanfaatkan untuk Carbon Capture Storage. Indonesia punya,” Eddy menambahkan.
Carbon Capture Storage bisa memberikan peluang bisnis dan investasi yang signifikan bagi Indonesia. “Jepang, Korea Selatan dan negara-negara lain yang menghasilkan karbon, membutuhkan Indonesia untuk Carbon Capture Storage,” ujar dia.
Sebab, Indonesia merupakan negara dengan potensi Carbon Capture Storage yang terdekat bagi Jepang dan Korea Selatan, sehingga biayanya lebih murah.
“Jadi ini harus betul-betul dibuat payung hukumnya, sehingga Indonesia menjadi pemimpin di sektor Carbon Capture Storage ke depan,” kata juru bicara pasangan Prabowo- Gibran itu.
Peluang Bisnis Carbon Capture Storage
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi atau Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan sempat mengatakan, pemerintah membidik peluang bisnis baru berupa Carbon Capture Storage.
"Saya kira mungkin beberapa triliun dolar Amerika, dan Indonesia terbesar mungkin di dunia. Dalam 10 sampai 20 tahun ke depan, itu (Carbon Capture Storage) bisa menjadi proyek yang sangat besar," kata Luhut beberapa waktu lalu.
“Ini (Carbon Capture Storage) harus anak-anak muda yang mengerjakan. Tidak bisa generasi saya,” Luhut menambahkan.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Jodi Mahardi menyampaikan, instansi dan kementerian terkait telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan mengenai proyek Carbon Capture Storage seperti Peraturan Menteri ESDM tahun 2023 tentang penyelenggaraan CCS di industri hulu migas.
"Indonesia juga punya standar nasional yang mengatur penyimpan CO2. Kami sedang finalisasi, permen 22/2023 khususnya yang mengatur CCS lintas-negara," katanya.
Jodi mengatakan Indonesia berambisi mengembangkan teknologi Carbon Capture Storage dan membentuk hub. Inisiatif ini tidak hanya akan menampung CO2 domestik tetapi juga menggali kerja sama internasional.
Menurut dia, hal itu menandakan era baru bagi Indonesia yakni Carbon Capture Storage diakui sebagai 'license to invest' untuk industri rendah karbon seperti blue ammonia, blue hydrogen, dan advanced petrochemical.
Pendekatan itu akan menjadi terobosan bagi perekonomian Indonesia, dengan membuka peluang industri baru dan menciptakan pasar global untuk produk-produk rendah karbon. Namun Carbon Capture Storage memerlukan investasi besar.
“Indonesia bersaing dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Australia. Tapi dalam sisi geografis, Indonesia diuntungkan dan lebih advance dalam hal peraturan,” kata Jodi.