Sebagian Besar Pembiayaan Hijau Bank RI Disalurkan ke Kelapa Sawit
Climate Policy Initiative (CPI) Indonesia mencatat bank komersial telah menyalurkan green financing atau pembiayaan hijau sebesar US$ 15,9 miliar atau setara Rp 250 triliun dalam kurun waktu 2019-2021.
Green financing adalah investasi keuangan yang mengalir ke proyek-proyek pembangunan berkelanjutan dan inisiatif, produk lingkungan, serta kebijakan yang mendorong pengembangan ekonomi yang berkelanjutan
Manajer CPI Indonesia, Luthfyana Kartika Larasati mengatakan lembaga komersial Indonesia berinvestasi tinggi di sektor Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU). Sektor AFOLU mendapat pendanaan sebesar 54%, diikuti oleh transportasi rendah karbon 9% dan energi terbarukan 6%.
Dia mengatakan, hampir semua pembiayaan berkelanjutan ke sektor AFOLU tersebut disalurkan pada pertanian kelapa sawit yang sudah bersertifikat ISPO/ RSPO.
“ Data ini dari sampel yang diambil CPI, yaitu sebesar 60% dari total bank komersial yang ada di Indonesia,” kata Luthfyana dalam Peluncuran Laporan Climate Action Tracker Assessment Indonesia dan Climate Transparency Implementation Check, Jakarta, Selasa (30/1).
Luthfyana menuturkan, green financing di Indonesia masih tergolong rendah. Hal itu dipengaruhi adanya perubahan kebijakan dan regulasi dari sektor keuangan oleh OJK dan Kementerian Keuangan.
“Perubahan kebijakan ini harapannya menarik pendanaan dari sektor keuangan lebih besar lagi,” katanya.
Luthfyana mengatakan, bank-bank komersial diharapkan dapat mengatur kembali strateginya agar bisa selaras dengan target pemerintah.
Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18 Tahun 2023 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang dan Sukuk Berlandaskan Keberlanjutan (POJK 18/2023) pada Oktober tahun lalu.
Melansir siaran resmi OJK, penerbitan POJK 18/2023 ini merupakan upaya lembaga tersebut untuk mendorong pengembangan efek bersifat utang berlandaskan keberlanjutan.
OJK mengganti dan memperluas cakupan Efek bersifat utang berwawasan lingkungan yang sebelumnya diatur dalam POJK Nomor 60/POJK.04/2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond).
Penerbitan POJK 18/2023 ini merupakan tindak lanjut dari roadmap keuangan berkelanjutan untuk mengembangkan industri pasar modal, melalui pengembangan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS), yang mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan, yaitu menjaga kelestarian lingkungan dan dampak sosial yang berkelanjutan, serta mendorong pengembangan EBUS berlandaskan keberlanjutan.