Warga Merauke Keluhkan Food Estate, Ini Respons Tiga Tim Capres
Program food estate tengah mendapatkan kritikan banyak pihak saat ini. Keluhan juga muncul dari warga Merauke, Papua, yang menjadi lokasi food estate.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk Muda Menggugat dan Peluncuran Deklarasi Ekonomi Hijau Greenpeace Indonesia, di Toeti Heraty Museum, Jakarta Pusat, Senin (5/2). Salah satu warga Merauke, Erin, menyampaikan keluhan tersebut saat berdialog dengan juru bicara para pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).
“Kalau kita di Indonesia timur, kita mengatakannya food estate itu gagal,” kata Erin dalam diskusi bertajuk Muda Menggugat dan Peluncuran Deklarasi Ekonomi Hijau Greenpeace Indonesia, di Toeti Heraty Museum, Jakarta Pusat, Senin (5/2).
Erin mengatakan, banyak hutan Papua yang gundul imbas pembukaan lahan food estate ini. Ia berharap pemerintah yang akan datang dapat menyelesai permasalahan tersebut.
Tanggapan Tiga Tim Capres
Menanggapi keluhan tersebut, Juru Bicara Muda Timnas Anies-Muhaimin (AMIN), Andi Wirapratama, mengatakan pihaknya akan meninjau kembali program food estate setelah mereka terpilih nanti.
“Kalaupun ada yang berhasil juga akan ditinjau ulang. Berhasilnya itu ukurannya apa? Ada pembukaan hutan karena itu food estate konsepnya ekstensifikasi. Ada pembukaan hutan disitu ada kerugian,” kata Andi.
Andi mengatakan pasangan calon (paslon) nomor urut 1 memiliki penawaran beberapa solusi untuk masyarakat Papua yang terdampak food estate. Pertama adalah mendorong ketahanan pangan melalui produksi pangan lokal.
Dia menuturkan, pihaknya juga akan menggandeng petani lokal Papua dengan konsep pertanian kontrak (contract framing). Sebenarnya pertanian kontrak bukanlah barang baru. Akan tetapi, istilah ini memang belum lazim di telinga masyarakat.
Paslon nomor urut 1 menawarkan skema dimana hasil para petani lokal langsung dibeli oleh Pemerintah melalui pihak swasta yang ditunjuk. “Misal petani yang menanam sagu di Merauke kita jamin, kita sediakan offtaker-nya, siapa yang akan menyerap nya, kita jamin dengan kontrak,” ujar dia.
Menurut Andi, ini akan memutus rantai tengkulak yang dianggap merugikan para petani. “Nanti dengan mereka memiliki kontrak itu mereka bisa mengakses pembiayaan yang resmi dari pemerintah, tidak lagi mengandalkan tengkulak begitu,” kata Andi.
Sedangkan, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Calon Presiden dan Wakil Presiden Ganjar Pranowo - Mahfud Md mengaku lelah mengomentari food estate yang banyak dikeluhkan gagal.
"Memang masalah food estate ini, haduh, capek kita komentarinnya," kata Dewan Pakar TPN Ganjar - Mahfud, Satya Heragandhi.
Satya mengatakan pembukaan lahan untuk program food estate demi mengatasi krisis pangan kurang tepat karena dapat menyebabkan deforestasi. Sejumlah hutan dibuka untuk dijadikan food estate.
Satya lantas menyinggung food estate gagal di Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Ia mengatakan pihaknya bahkan mengirimkan tim untuk mengecek ke sana. Dia menuturkan banyak masyarakat sekitar food estate Gunung mas yang tidak mendapatkan manfaatnya.
“Masyarakat sekitar enggak makan jagung di situ, Pak,” kata Satya menirukan warga disana.
Satya mengatakan, paslon nomor 3 memiliki solusi lain yaitu membuat petani lokal bangga bertani. Ia juga mengajak para generasi muda untuk menjadi petani.
"Anak-anak muda, coba dong, petani itu menguntungkan lho kalau kalian lakukan dengan benar. Ada smart farming(pertanian pintar), ada mekanisasi alat pertanian, dan sebagainya," ujar dia.
Satya menuturkan selain itu pertanian harus dikelola sebagaimana bisnis perusahaan. Caranya dengan membentuk kesatuan dalam satu organisasi sehingga mereka bisa sepakat dengan pabrik pupuk, alat dan mesin pertanian, dan juga mendapatkan pendampingan.
Menurut Satya, hal itu akan membuat para petani bisa maju bersama. Intensifikasi pertanian pun bisa dilakukan dan anak-anak muda juga merasa bangga sebagai petani.
Sanggah Rusak Lingkungan
Sementara itu, untuk tim dari paslon nomor urut 2 tidak langsung menanggapi gagalnya food estate. Hal ini dikarenakan Dewan Pakar TKN Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming, Drajad Wibowo, meninggalkan acara sebelum sesi tanya jawab dimulai.
Namun sebelumnya, Drajad pernah mengemukakan pendapat tim Prabowo-Gibran mengenai food estate. Dia mengakui saat ini banyak yang mengkritisi food estate karena menganggap merupakan proyek Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
"Banyak yang kritis karena menganggap dananya dari Kemenhan, dan semuanya Kemenhan," kata Drajad saat mengunjungi Kantor Katadata.co.id di Jakarta, Rabu (17/1).
Padahal, dia mengatakan, dana food estate saat ini masih berasal dari Kementerian Pertanian serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sementara dana dari Kemenhan tak bisa dikucurkan karena aturannya belum selesai.
"Aturannya sedang digodok, Kemenkopolhukan juga terlibat di situ," kata Drajad.
Dia mengatakan, aturan yang belum rampung tersebut menyebabkan penanaman di area food estate belum masif. Dia optimis penanaman akan lebih masif jika aturannya masih ada.
Drajad juga menyanggah jika program food estate merusak lingkungan. Dia mengatakan food estate tidak menggunakan tanah hutan maupun gambut sehingga tak berdampak pada deforestasi.
"Jadi dampak kerusakan lingkungannya diminimalkan. Yang jelas bukan hutan yang ditebang, dan kalau ada gambutnya gak mungkin di situ bisa tumbuh padi, " ujarnya.
Dia mengatakan, produksi food estate juga tidak bisa langsung masif karena tanah Kalimantan relatif kering. "Tanahnya gak sebagus di Jawa, jadi butuh biaya tertentu. Gak bisa diharapkan hanya setahun saja," ujarnya.
Hasil investigasi Pantau Gambut, Walhi Kalimantan Tengah, dan BBC Indonesia menemukan ada masalah di 3.964 hektare (ha), yakni lahan kehilangan tutupan pohon tanpa hasil pangan singkong, pada tahun lalu.
Selama Januari-Oktober 2022, tim tersebut menemukan ada 10 desa yang diindikasikan kehilangan tutupan pohon di Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Gunung Mas. Desa Humbang Raya mencatatkan kehilangan terbesar hingga 459 ha, Pilang Munduk seluas 213 ha, dan Tumbang Jalemu 192 ha.