Jurus OJK Dongkrak Transaksi Bursa Karbon Indonesia yang Masih Rendah

Rena Laila Wuri
20 Maret 2024, 09:08
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi menerima White Paper untuk Pengembangan Pasar Karbon Indonesia dari CEO Indonesia Business Council (IBC) Sofyan Djalil pada seminar \"Expanding Indonesia\'s Carbon Marke
Katadata
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi menerima White Paper untuk Pengembangan Pasar Karbon Indonesia dari CEO Indonesia Business Council (IBC) Sofyan Djalil pada seminar \"Expanding Indonesia\'s Carbon Market: Opportunities for Economic Growth and Sustainability\" yang diselenggarakan IBC dan Katadata, di Jakarta, Selasa (19/3).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan transaksi Bursa Karbon Indonesia masih minim sejak peluncuran perdana pada 26 September 2023. Hingga 18 Maret 2024, total akumulasi volume transaksi di bursa karbon sebesar 501.956 ton CO2e dengan nilai sebesar Rp 31,36 miliar.

“Dari transaksi tersebut, sebesar 182.293 ton CO2e dan telah dilakukan retired melalui bursa karbon. Memang saat ini transaksinya masih terbilang kecil," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi dalam acara Expanding Indonesia's Carbon Market: Opportunities for Growth and Sustainability, di Jakarta, Selasa (19/3).

Oleh sebab itu, OJK merancang berbagai strategi untuk mendongkrak transaksi Bursa Karbon Indonesia. Inarno mengatakan, Bursa Karbon Indonesia memiliki potensi luar biasa.

Dia mengatakan, OJK optimistis bahwa bursa karbon akan berkembang pesat. Namun, optimisme tersebut sulit untuk diwujudkan tanpa adanya dukungan dari berbagai pemangku kepentingan yang terkait.

“OJK secara aktif terus melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, khususnya dalam memformulasi berbagai kebijakan insentif dan disinsentif, yang diharapkan dapat mengantisipasi berbagai tantangan baik dari sisi supply, demand, maupun likuiditas di pasar karbon Indonesia,” ujar Inarno.

Selain itu, OJK juga berupaya untuk mendapatkan dukungan dari para investor domestik dan global di berbagai proyek pengurangan emisi yang nantinya akan menghasilkan Carbon Credit.

Untuk itu, OJK tidak hanya fokus di perdagangan karbon tetapi juga mengoptimalkan ekosistem bursa karbon. Hal itu termasuk mendorong diimplementasikannya pajak karbon.

“Jadi, tidak hanya bursa karbon, tetapi juga ekosistem yang ada di sekelilingnya, ada batas atas, ada karbon tax, dan lain-lain,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Laksmi Dhewanthi, mengatakan faktor yang mempengaruhi perkembangan kapasitas ekosistem pasar karbon adalah upaya mitigasi perubahan iklim. Jika Indonesia tidak gencar melakukan mitigasi perubahan iklim, maka ekosistem bursa karbon tidak tercipta.

Laksmi mengatakan, Indonesia telah berkomitmen berjuang bersama dunia untuk mengatasi perubahan iklim. Komitmen Indonesia tersebut tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC) untuk menurunkan target emisi 31,89 persen dengan usaha sendiri, dan 43,20 persen dengan bantuan internasional pada 2030.

Ia mengatakan Indonesia memiliki lima fokus sektor dan subsektor yang didorong untuk berpartisipasi dalam mitigasi perubahan iklim dan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Dari lima sektor tersebut, masing-masing sudah memiliki peta jalan, rencana aksi hingga target pengurangan emisi yang dicapai.

“Target-target dan base line inilah yang akan menentukan mekanisme nilai ekonomi karbon mana yang akan digunakan masing-masing sektor,” kata Laksmi, Selasa (19/3).

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...