Pemerintah Perlu Wajibkan Biaya Pengendalian Polusi pada PLTU

Image title
27 Juni 2024, 17:53
Nelayan mencari kerang di sekitar PLTU Cirebon, Jawa Barat, Jumat (8/12/2023). Pemerintah menyatakan akan menonaktifkan PLTU Cirebon-1 pada Desember 2035 lebih cepat 7 tahun dari rencana awal yakni Juli 2042.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/Spt.
Nelayan mencari kerang di sekitar PLTU Cirebon, Jawa Barat, Jumat (8/12/2023). Pemerintah menyatakan akan menonaktifkan PLTU Cirebon-1 pada Desember 2035 lebih cepat 7 tahun dari rencana awal yakni Juli 2042.
Button AI Summarize

Centre for Research Energy and Clear Air (CREA) menilai pemerintah perlu memberlakukan polluter pays atau kewajiban membayar biaya bagi pelaku usaha yang menyebabkan polusi udara dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara di Jawa Barat dan Banten.

Analis CREA, Katherine Hasan, mengatakan pemerintah mempunyai kuasa untuk mencegah pelepasan polusi berbahaya yang berdampak pada kesehatan masyarakat.

"Pemerintah bisa memberlakukan prinsip polluter pays di mana pelaku harus membayar biaya pengendalian polusi serta dampak yang disebabkan oleh polusi yang dilepaskan," ujar Katherine dalam keterangan, Kamis (27/6). 

Katherine mengatakan, pemerintah atau negara mempunyai wewenang atas pengeluaran kesejahteraan publik, dan juga yang mempunyai kuasa untuk mencegah lepasnya polusi yang berbahaya terhadap kesehatan demi perlindungan masyarakatnya.

Ia menilai, beban ekonomi imbas dioperasikannya tiga PLTU berbasis batu bara di Jawa Barat dan Banten mencapai Rp 13,1 triliun per tahun. Adapun ketiga PLTU tersebut yakni Cirebon 1, Pelabuhan Ratu 1-3, dan Suralaya 1-4.

"Biaya tersebut muncul akibat meningkatnya risiko dan insiden penyakit pernapasan, serta menurunnya produktivitas ekonomi. Sementara itu, dari sisi kematian, pengoperasian ketiga PLTU tersebut menyebabkan hingga 1.263 kematian setiap tahun," ujarnya. 

Katherine menjelaskan, beban ekonomi dari PLTU Cirebon 1 mencapai US$ 308 juta atau Rp 4,57 triliun; PLTU Pelabuhan Ratu 1-3 US$ 293 juta atau Rp 4,35 triliun; sedangkan PLTU Suralaya 1-4 senilai US$ 284 juta atau Rp 4,22 triliun. 

Sedangkan dari sisi kematian, emisi polutan udara dari PLTU Cirebon 1 menyebabkan 441 kematian, PLTU Pelabuhan Ratu 1-3 mengakibatkan 421 kematian, sedangkan PLTU Suralaya 1-4 menimbulkan 401 kematian.

Dua Proyek Pensiun Dini PLTU JETP

Berdasarkan riset terkini CREA berjudul “Manfaat Kesehatan dan Ekonomi dari Pensiun Dini Pembangkit Listrik Batubara Pertama di Bawah JETP Indonesia”, dua proyek percontohan yang masuk dalam JETP CIPP hanya mampu mengatasi sebagian polusi udara dari PLTU batu bara. 

Indonesia akan terhindar dari dampak di masa depan sekitar lima kali lipat bila 10 PLTU dengan dampak kesehatan tertinggi serta dua kompleks dengan umur operasi cukup tua yang berlokasi di Pulau Jawa dapat disasar sebagai kandidat pensiun dini.

Saat ini, pengoperasian PLTU berdampak tinggi di sekitar Pulau Jawa diperkirakan menyebabkan 6.928 kematian akibat dampak polusi udara dan biaya ekonomi sebesar US$ 4,8 miliar (Rp 71,3 triliun) setiap tahun.

Riset tersebut mengatakan,  suatu negara secara teori akan mampu menyediakan layanan kesehatan esensial yang memadai bagi warganya seiring berkembangnya perekonomian. Layanan kesehatan tersebut termasuk dampak yang ditimbulkan polusi udara dari sumber emisi apapun, termasuk pembangkit listrik berbasis batu bara.

"Dapat dikatakan semua dampak negatif terhadap kesehatan pada akhirnya membebani pembayar pajak. Beban ini termasuk biaya yang harus dibayarkan negara dan individu, dari biaya kesehatan, penurunan produktivitas, serta risiko kematian dini,” ucapnya. 

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...