Indonesia Butuh Kolaborasi dengan Negara Maju untuk Tangani Perubahan Iklim
Deputi Koordinator Bidang Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin, mengatakan kerja sama serta kolaboratif antarnegara merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim yang terjadi di dunia.
"Untuk mengatasi perubahan iklim yang terjadi di dunia, kita memerlukan pendekatan kolaboratif antara negara maju dan negara berkembang, tanpa mengabaikan nilai kemanusiaan. Kolaborasi bukanlah pilihan, melainkan keharusan,” ujar Rachmat dalam acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024, Jakarta, Jumat (06/09).
Rachmat mengatakan, Indonesia tidak dapat mencapai skala perubahan yang dibutuhkan dalam mengatasi perubahan iklim tanpa kolaborasi dan investasi dari negara-negara maju, riset dan teknologi yang dapat diakses, dan pendanaan yang menguntungkan negara-negara berkembang sekalipun.
Ia menilai pentingnya membawa narasi negara-negara berkembang. Pasalnya, semua pihak harus saling memahami untuk menciptakan kolaborasi,
"Jelas negara-negara berkembang lebih memahami isu ini, mereka memiliki lebih banyak akses ke teknologi, tetapi mungkin kurang memahami apa yang terjadi di tempat-tempat seperti Indonesia. Itulah sebabnya kami membawa diskusi penting ini lebih dekat ke rumah, di sini, di ISF di Jakarta,” ujarnya.
Rachmat mengatakan, telah dilaksanakan 5 (lima) plenary sections, 6 (enam) thematics, 3 (tiga) high level dialogues, 3 interactive mini-sessions serta 14 MOUs and partnerships pada pelaksanaan hari pertama ISF 2024. Dalam pelaksanaan ISF 2024 juga terjalin beberapa kolaborasi.
Menurutnya, transisi energi itu rumit dan membutuhkan waktu—tidak ada jalan pintas, oleh sebab itu Indonesia harus mengatasinya dari berbagai sudut pandang. Meskipun sains, teknologi, dan solusi yang Indonesia miliki saat ini mungkin tidak sempurna, semuanya sudah membuat perbedaan, dan akan terus berkembang.
Untuk menjaga momentum tersebut, Indonesia perlu berinvestasi lebih banyak dalam teknologi, penelitian dan pengembangan, infrastruktur energi, proyek hijau, dan yang terpenting, pada sumber daya manusia.
Selain itu, ia menekankan bahwa transisi ini bukan sekadar peluang untuk mengurangi perubahan iklim, namun juga merupakan kesempatan untuk mengamankan energi yang terjangkau dan mendorong pertumbuhan ekonomi—tanpa mengorbankan salah satunya.
Pasalnya, Setiap orang dan segala hal harus beradaptasi dengan kebijakan, struktur pembiayaan, praktik industri, dan perilaku konsumen semuanya perlu berkembang. Tantangan ini melampaui politik, dimana pemerintah perlu bekerja dengan masyarakat untuk menyebarkan pemahaman dan mendorong tindakan kolektif.
"Berkali-kali saya merasakan semangat kolaborasi terbuka, dan saya tetap berharap, bahkan optimis, bahwa bersama-sama kita dapat membangun dunia yang berkelanjutan,” tutupnya.