Indonesia Disebut Butuh Dana Lebih Rp 32 Ribu Triliun untuk Atasi Sampah Plastik
Organisasi nirlaba berbasis di Singapura, Alliance to End Plastic Waste, memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk menangani sampah plastik di Indonesia mencapai US$ 2,1 triliun atau sekitar Rp 32.331 triliun. Angka tersebut dapat lebih rendah apabila penanganan limbah plastik dilakukan lebih cepat.
Senior Advisor AEPW Thomas Chhoa mengatakan kebutuhan pendanaan tersebut dapat ditekan dengan memprioritaskan daur ulang dalam manajemen limbah. "Pemangku kepentingan harus memastikan ketersediaan pendanaan dalam penanganan sampah plastik," katanya dalam acara Indonesia Internasional Sustainability Forum 2024 di Jakarta, Jumat (6/9).
Selain pendanaan, kebijakan yang mengubah perilaku masyarakat untuk dapat memilah sampah juga penting untuk penanganan limbah plastik. Pada saat yang sama, pihak swasta juga harus berkontribusi menciptakan model bisnis yang memasukkan limbah plastik kembali masuk ke proses produksi.
"Dalam manajemen limbah, proses daur ulang memiliki jejak karbon paling rendah dibandingkan dengan menyalurkan ke tempat penimbunan akhir atau pembakaran limbah," katanya.
Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut mendata volume sampah plastik pada tahun lalu mencapai 12,87 juta ton. Seluruh sampah tersebut didominasi oleh kemasan saset, sampah makanan, pembungkus, alat rumah tangga, perawatan diri, dan perlengkapan merokok.
Dalam kesempatan yang sama, perusahaan konsultan manajemen Kearney menghitung perlu investasi senilai US$ 2,4 triliun pada 2022-2060 untuk pengurangan emisi karbon. Dana tersebut untuk industri pertanian, kehutanan, energi, transportasi, manufaktur, dan limbah.
Presiden Direktur Kearney Indonesia Shirley Santoso mencatat kebutuhan biaya di bidang keberlanjutan sekitar US$ 62 miliar per tahun hingga 2060. Investasi ini dapat dialokasikan ke industri pertumbuhan tinggi untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi kemiskinan, dan mendorong inovasi.
"Investasi ini penting untuk memastikan masa depan Indonesia yang tangguh dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan mengamankan posisi kepemimpinan negeri ini di pasar global," kata Shirley dalam keterangan resmi.