Penyesuaian Tarif KRL Berpotensi Memperburuk Polusi Jakarta

Image title
13 September 2024, 14:22
Sejumlah penumpang berada di gerbong kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek di Stasiun Manggarai, Jakarta, Rabu (10/7/2024). PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1,8 triliun pada tahun anggaran 2025 untuk menghind
ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/YU
Sejumlah penumpang berada di gerbong kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek di Stasiun Manggarai, Jakarta, Rabu (10/7/2024). PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1,8 triliun pada tahun anggaran 2025 untuk menghindari terjadinya kelebihan muatan serta mendukung pengadaan angkutan penumpang KRL Jabodetabek, termasuk mendatangkan 11 rangkaian kereta baru dari luar negeri.
Button AI Summarize

Rencana pemerintah untuk menyesuaikan tarif Kereta Rel Listrik atau KRL Jabodetabek berpotensi memperburuk kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya. Sebagaimana diketahui, pemerintah tengah menyusun rencana perubahan skema subsidi tarif KRL Jabodetabek menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan atau NIK.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan penyesuaian tarif KRL sangat berkorelasi dengan kondisi udara di Jabodetabek.

"Kalau misalnya harga tiket KRL semakin meningkat maka masyarakat akan kembali lagi menggunakan kendaraan pribadi apalagi kalau kenaikan tarif transportasi publik seperti KRL sangat signifikan," ujar Bhima saat dikonfirmasi Katadata, Jumat (13/9).

Bhima menilai beralihnya masyarakat kembali ke kendaraan pribadi akan memperburuk kualitas udara di Jabodetabek. Pasalnya, polusi udara di Jabodetabek 44 persen berasal dari penggunaan bahan bakar atau sarana transportasi.

Selain menyebabkan polusi, peralihan tersebut akan membuat pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM) meningkat dan berimplikasi terhadap melonjaknya alokasi subsidi energi. Menurutnya, transportasi publik sangat signifikan terutama pada kelas menengah atau kelas pekerja di urban atau perkotaan. Untuk itu, ia menyarankan seharusnya pemerintah menambah subsidi KRL.

"Sehingga tidak terjadi kenaikan tarif, polusi udara bisa berkurang, subsidi bbm bisa berkurang, penggunaan kendaraan pribadi bisa jadi lebih rendah, kemacetan berkurang," ujarnya. 

Bhima mengatakan, cita-cita pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara maju tidak tergambar dari pelaksanaan kebijakan ini. Pasalnya untuk menjadi negara maju, Indonesia harus memiliki transportasi publik yang bagus dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

"Model kenaikan tarif KRL kemudian subsidi menggunakan NIK untuk transportasi publik ini merupakan opsi yang tidak tepat, jadi seharusnya dibatalkan saja, dibandingkan nanti indonesia akan di cap sebagai negara yang mundur ke belakang dalam hal dekarbonisasi di sektor transportasi," ujarnya.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...