Prabowo: Indonesia Bisa Capai Net Zero Emission Sebelum 2050
Presiden Prabowo Subianto dalam sebuah forum G20 mengatakan Indonesia optimistis dapat mencapai nol emisi bersih (net zero emission) sebelum tahun 2050. Ini berarti Indonesia akan mencapai NZE satu dekade lebih awal dari yang ditargetkan sebelumnya.
Prabowo juga mengatakan Indonesia berencana untuk menghentikan semua pembangkit listrik tenaga batu bara dan bahan bakar fosil dalam 15 tahun ke depan, lebih cepat dibandingkan dengan target sebelumnya yaitu tahun 2056.
Prabowo menyebut Indonesia akan membangun 75 gigawatt (GW) pembangkit listrik terbarukan dalam 15 tahun ke depan. Ia menggemakan komitmen yang disampaikan oleh utusannya pada pertemuan iklim COP29 minggu lalu.
“Kami juga terletak di sepanjang garis khatulistiwa, oleh karena itu kami memiliki lebih dari cukup sinar matahari untuk bahan bakar energi berbasis matahari,” ujar Prabowo pada forum G20 di Brasil, pada Rabu (20/11), seperti dikutip Reuters.
Prabowo sangat optimistis Indonesia bisa mencapai NZE sebelum 2050 karena Indonesia memiliki sumber-sumber energi terbarukan yang melimpah.
Indonesia merupakan salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia dan pengekspor batu bara termal terbesar di dunia. Namun, Indonesia juga merupakan rumah bagi hutan hujan terbesar ketiga di dunia.
Kapasitas daya terpasangnya di Indonesia saat ini adalah lebih dari 90 GW, dengan lebih dari setengahnya ditenagai oleh batu bara dan kurang dari 15% oleh energi terbarukan.
Empat Kebijakan RI Dibawa ke COP29
Sebelumnya, Ketua Delegasi Indonesia untuk Konferensi Iklim PBB COP29 Hashim Djojohadikusumo menyatakan ada empat kebijakan hijau pada pemerintahan Prabowo Subianto. Program pertama adalah menambah kapasitas pembangkit listrik 100 GW, dengan 75% berasal dari energi baru dan terbarukan, yakni angin, surya, air, geothermal, dan nuklir.
"Program ini akan diimplementasikan oleh pemerintahan baru dalam 15 tahun berikutnya" ujar Hashim dalam pidato pembukaan Paviliun Indonesia di COP29, Baku, Azerbaijan, Senin (11/11).
Program kedua, pengembangan proyek penyimpanan karbon yang dikenal dengan nama Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS). Proyek ini telah dibidik sejak era pemerintahan Joko Widodo.
Program ketiga, perdagangan kredit karbon. Menurut hitungan pemerintah, Indonesia bisa menyimpan 577 juta ton karbon yang bisa ditawarkan kepada dunia. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup saat ini tengah menyelesaikan penilaian untuk tambahan 600 juta ton karbon.
Program keempat, reforestasi atau penanaman kembali hutan yang rusak dan tidak subur. "Presiden Prabowo telah menetapkan program reforestasi besar seluas 12,7 juta hektare," kata Hashim. Reforestasi ini diyakini akan mengembalikan keanekaragaman hayati dan habitat satwa liar. Komitmen ini menjadi diplomasi hijau di tengah sorotan pembukaan lahan untuk program food estate pemerintah.