Proyek Tanaman Energi dan Pangan Prabowo Berpotensi Sebabkan Kiamat Ekologis
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), menilai rencana pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk membuka lahan seluas 20 juta hektare hutan untuk pangan dan energi akan menjadi proyek legalisasi deforestasi yang memicu kiamat ekologis.
Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian, mengatakan rencana tersebut mempertaruhkan lingkungan dan keselamatan rakyat Indonesia. Pasalnya, pembukaan 20 juta hektare hutan akan melepaskan emisi dan menyebabkan bencana ekologis, kekeringan, mendidih global, gagal panen, dan zoonosis.
"Masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan di mana proyek ini beroperasi akan tergusur, sedangkan masyarakat yang hidup di pesisir akan menjadi pengungsi iklim," ujar Uli dalam keterangan tertulis, Jumat (3/1).
Uli mengatakan, dampak lainnya dari proyek ini adalah kerusakan biodiversitas, konflik agraria, yang tentunya diikuti dengan kekerasan dan kriminalisasi akibat pendekatan keamanan dalam memastikan jalannya rencana dan program ini.
Ia melanjutkan, pembukaan 20 juta hektare lahan juga akan semakin memperparah persoalan kebakaran hutan dan lahan, jika hutan-hutan tersebut juga merupakan kawasan gambut.
Untuk itu, ia meminta agar Kementerian Kehutanan yang bertugas menjaga hutan Indonesia menjadi institusi paling depan dalam mengadang rencana pembongkaran hutan, bukan justru merencanakan pembongkaran hutan dan melegitimasinya atas nama pangan dan energi.
"Artinya, presiden dan menteri kehutanan tidak memahami tugas dan tanggung jawab mereka,” ujarnya.
Uli mengatakan, saat ini 33 juta hektare hutan dibebani oleh izin di sektor kehutanan. Selain itu, 4,5 juta hektare konsesi tambang berada atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan dan 7,3 juta hektare hutan sudah dilepaskan, di mana 70% nya untuk perkebunan sawit.
Penguasaan Hutan oleh Korporasi
Penguasaan hutan-hutan oleh korporasi telah melahirkan banyak persoalan dan krisis, yang sulit untuk dipulihkan. Uli mengatakan, pemerintah bukannya menegakkan hukum dan menagih pertanggungjawaban korporasi, tetapi justru tunduk pada kepentingan korporasi dengan melegalisasi pengerusakan hutan.
Ia menilai narasi pemerintah untuk memastikan swasembada pangan dan energi hanya sebagai tempelan untuk melegitimasi penyerahan lahan secara besar-besaran kepada korporasi. Proyek itu juga memastikan bisnis pangan dan energi bisa terus membesar serta meluas.
"Maka, selama pangan dan energi masih diletakkan dalam kerangka bisnis, tidak akan pernah ada keadilan bagi rakyat dan lingkungan dan hanya menambah persoalan dan mempertajam krisis sosial ekologis," ujarnya.
Ia mengatakan, pangan dan energi adalah hak, dan tugas negara adalah memastikan hak tersebut terpenuhi. Pemenuhan hak ini akan terwujud jika pemerintah menjadikan rakyat sebagai aktor utama dalam produksi dan konsumsi pangan dan energi.
"Pengakuan dan perlindungan hak rakyat atas wilayahnya menjadi hal yang terpenting. Sumber dan pengelolaan pangan dan energi juga harus berasal dan sesuai dengan karakteristik wilayah tempat dimana pangan dan energi dihasilkan," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Kehutanan Raja Juli Antono mengungkapkan pemerintah berencana membuka 20 juta hektare lahan hutan cadangan sebagai sumber ketahanan pangan, energi dan air. Rencana pembukaan 20 juta hektare lahan hutan cadangan itu setara dengan hampir dua kali luas Pulau Jawa yang mencakup 128.297 kilometer persegi atau sekitar 12,28 juta hektare (ha).
Raja Juli mengatakan lahan tersebut bakal ditanami sejumlah tanaman pangan dan energi, seperti padi gogo untuk alternatif sumber pangan dan pohon aren sebagai sumber bahan baku bioetanol. Adapun padi gogo merupakan jenis padi yang dapat ditanam di lahan kering tanpa membutuhkan genangan air seperti halnya padi sawah.
Raja Juli Antoni mengatakan penyediaan puluhan juta lahan hutan cadangan itu merupakan sarana untuk mendukung program Kementerian Pertanian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kami sudah mengidentifikasi dengan menteri pertanian, ada sekitar 20 juta hektare yang dapat dipergunakan untuk cadangan pangan energi dan air tersebut,” kata Raja Juli di Istana Merdeka Jakarta pada Senin (30/12).