Harga Pangan Diperkirakan Melonjak Tahun Ini Imbas Cuaca Ekstrem

Ringkasan
- Pemerintah tidak akan menggunakan dana APBN untuk pensiun dini PLTU batu bara, melainkan akan mengarahkan PLN untuk menerbitkan surat utang.
- Target pensiun dini PLTU pada 2040 disuarakan oleh Presiden Prabowo, namun belum ada arahan khusus dan RUKN masih mempertahankan target net zero pada 2060.
- IESR merekomendasikan mempercepat pembangunan energi terbarukan dan menghentikan pembangunan PLTU captive untuk mendukung target pensiun dini PLTU pada 2040-2045.

Peristiwa cuaca ekstrem diperkirakan akan menyebabkan harga pangan bergejolak sepanjang 2025, menurut analis rantai pasokan. Sebelumnya, perubahan iklim telah menyebabkan harga kakao dan kopi naik lebih dari dua kali lipat selama setahun terakhir.
Penelitian oleh konsultan Inverto menemukan kenaikan tajam harga sejumlah komoditas pangan pada tahun lalu hingga Januari akibat cuaca yang tidak terduga.
Beberapa otoritas menyatakan 2024 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat. Tren menuju suhu yang lebih tinggi tampaknya berlanjut hingga tahun 2025. Inverto mengatakan tren jangka panjang menuju peristiwa cuaca yang lebih ekstrem akan terus menghantam hasil panen regional, yang menyebabkan lonjakan harga.
Kenaikan harga tertinggi terjadi pada kakao dan kopi, masing-masing naik 163% dan 103%, karena kombinasi curah hujan dan suhu yang lebih tinggi dari rata-rata di daerah penghasil, menurut penelitian tersebut.
Harga minyak bunga matahari naik 56% setelah kekeringan menyebabkan hasil panen yang buruk di Bulgaria dan Ukraina, yang juga terus dipengaruhi oleh invasi Rusia. Komoditas pangan lain yang mengalami kenaikan harga tajam dari tahun ke tahun adalah jeruk dan mentega, keduanya naik lebih dari sepertiga. Harga daging sapi juga naik lebih dari 25%.
“Produsen dan pengecer pangan harus mendiversifikasi rantai pasokan dan strategi pengadaan mereka untuk mengurangi ketergantungan berlebihan pada satu wilayah yang terkena dampak gagal panen,” kata Katharina Erfort, dari Inverto, dikutip dari The Guardian, Senin (17/2),
Ilmuwan iklim mengatakan temuan Inverto sesuai dengan harapan mereka.“Peristiwa cuaca ekstrem di seluruh dunia akan terus meningkat dalam tingkat keparahan dan frekuensinya seiring dengan kenaikan suhu global yang sedang berlangsung,” kata Pete Falloon, pakar keamanan pangan di Met Office dan University of Bristol.
Falloon mengatakan tanaman sering kali rentan terhadap cuaca ekstrem. "Kita dapat menyaksikan guncangan yang terus-menerus terhadap produksi pertanian global dan rantai pasokan, yang pada akhirnya menimbulkan masalah keamanan pangan," ujarnya.
Max Kotz, dari Potsdam Institute for Climate Impact Research, mengatakan bahwa data menunjukkan panas ekstrem telah secara langsung memengaruhi harga pangan.
“Tahun lalu menunjukkan banyak contoh fenomena ini yang terjadi secara langsung, karena suhu panas ekstrem di Asia Timur menyebabkan kenaikan harga beras di Jepang dan sayuran di Tiongkok,” katanya.
Dia mengatakan, komoditas pasar juga sangat terpengaruh dengan suhu panas ekstrem dan kekeringan di negara-negara Afrika Barat penghasil kakao dan wilayah penghasil kopi di Brasil dan Vietnam yang menyebabkan kenaikan harga yang tajam.
"Hingga emisi gas rumah kaca benar-benar dikurangi menjadi nol bersih, suhu panas ekstrem dan kekeringan akan terus meningkat di seluruh dunia, yang menyebabkan masalah yang lebih besar bagi pertanian dan harga pangan daripada yang kita hadapi saat ini," ujarnya.