Wamen LH Akui Bursa Karbon Indonesia Belum Menarik untuk Pasar Internasional


Wakil Menteri Lingkungan Hidup (LH), Diaz Hendropriyono, mengatakan perdagangan atau bursa karbon Indonesia yang dibuka ke pasar internasional saat ini pergerakannya tidak terlalu menarik. Sebagaimana diketahui, perdagangan karbon Indonesia yang dibuka untuk pasar internasional dilaksanakan pada 20 Januari 2025.
“Tapi memang harus diakui juga pergerakannya (perdagangan karbon) tidak begitu menarik,” ujar Diaz dalam diskusi bertajuk “Indonesia Climate Policy Outlook 2025" yang diselenggarakan oleh Foreign Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Kamis (20/2).
Diaz memperkirakan pelaku pasar kemungkinan besar lebih tertarik kepada kredit karbon yang berasal dari alam atau nature based solution (NBS). Pasalnya, sebagian besar kredit karbon yang diperdagangkan di Indonesia berasal dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT).
Dengan kondisi tersebut, Kementerian LH akan memperluas potensi kredit karbon yang berasal dari alam dengan memasukan potensi penyimpanan karbon dari lahan gambut.
“Katanya gambut akan lebih berdampak,” ujarnya.
Ia melanjutkan, saat ini pihaknya tengah mensempurnakan sistem registri nasional (SRN) untuk mengoptimalkan perdagangan karbon di Indonesia. Pasalnya, sampai dengan saat ini sertifikasi perdagangan karbon di Indonesia belum diakui oleh seluruh dunia internasional.
Selain itu, pemerintah ingin mendorong permintaan dengan membuka pintu untuk mutual recognition arrangement (MRA) dengan berbagai pihak lain.
“Bukan hanya masalah suplai tetapi tingkat ketertarikan atau attractiveness dari karbon itu sendiri," ucapnya.