DPR Ungkat Tiga Fokus Revisi UU Kehutanan, Termasuk soal Masyarakat Adat


Dewan Perwakilan Rakyat tengah melakukan revisi Undang-undang Kehutanan. Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Darori Wonodipuro, mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tersebut fokus pada pengawasan daerah aliran sungai (DAS), masyarakat adat, dan sanksi perusak hutan.
Darori mengatakan salah satu yang harus diperbaiki melalui revisi UU ini adalah terkait dengan pengelolaan kawasan aliran sungai, termasuk penutupan air, dan penghijauan di DAS. Pasalnya, di Undang-Undang Cipta Kerja beberapa pasal yang melindungi kawasan resapan air telah dihapus. Hal ini megakibatkan sejumlah wilayah di Indonesia mengalami banjir yang cukup besar beberapa waktu lalu.
“Contohnya misalkan mengenai daerah air, pohon tumbuhan setiap daerah-daerah sungai. Sekarang kan dengan Undang-Undang Cipta Kerja dihapus, tapi kenyataan banjir luar biasa gini di Jakarta dan sekitarnya,” ujar Dorori dalam diskusi “Menavigasi Undang-Undang Kehutanan” di Jakarta, Selasa (18/3).
Masukan kedua adalah terkait dengan penunjukan kawasan hutan yang sah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam aturan tersebut ditekankan bahwa kawasan hutan harus ditunjuk, diukur, dipetakan, dan ditetapkan agar sah secara hukum.
Dorori mengatakan masukan lainya adalah mengenai tanah adat. Tanah adat sebenarnya sudah diatur dalam UU Kehutanan yang berlaku saat ini, namun implementasinya seringkali terkendala. Untuk itu, pada revisi UU ini akan mempermudahkan masyarakat adat menerima pengakuan dari pemerintah.
“Usul kami tanah adat itu disetujui hasil evaluasi oleh tim kajian, dilaporkan ke DPR, DPR merekomendasi Menteri Kehutan mengeluarkan keputusan politik untuk tanah adat,” ujarnya.
Selain itu, revisi UU ini DPR mengusulkan adanya sanksi yang lebih berat kepada perusahaan yang merusak hutan. Adapun salah satu sanksi yang akan diterima bukan hanya materi tetapi juga terkait dengan sanksi pidana.
“Yang harus dilakukan seperti yang sudah kita lakukan di Undang-Undang 32, itu membunuh harimau hanya 3-4 bulan, sekarang 15 tahun, jadi efek jeranya ada,” ucapnya.