CELIOS Temukan Praktik Greenwashing dalam Investasi Cina di Indonesia

Ajeng Dwita Ayuningtyas
7 Agustus 2025, 20:11
CELIOS, investasi Cina, greenwashing
ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/Spt.
Foto udara pemukiman warga dan kawasan industri berbasis nikel di Kecamatan Bahodopi, Sulawesi Tengah, Jumat (26/1/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Laporan Behind The Green Curtain dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menunjukkan adanya praktik greenwashing dan transition washing dalam proyek-proyek investasi Cina di Indonesia.

Meskipun kerja sama Indonesia-Cina melalui program Belt and Road Initiative (BRI) menggambarkan investasi yang "hijau, terbuka, dan bersih", tetapi fakta di lapangan menunjukkan hal sebaliknya.

Greenwashing mengacu pada klaim palsu, berlebihan, atau bahkan menyesatkan, tentang manfaat lingkungan dan suatu produk, layanan, atau proyek.

Direktur Meja Cina-Indonesia CELIOS, Zulfikar Rakhmat, menekankan greenwashing tidak hanya soal pembohongan informasi, tapi bisa juga dilakukan dengan menghilangkan beberapa informasi kunci.

“Mungkin yang disampaikan benar bahwa mereka melakukan CSR (corporate social responsibility) tapi ada aspek lain atau dampak lain yang tidak disampaikan,” tutur Zulfikar dalam diskusi daring, di Jakarta, pada Kamis (7/8).

Narasi greenwashing tersebut muncul melalui berbagai cara, di antaranya dengan memanfaatkan “aktor” Cina maupun lokal, perusahaan, hingga media massa dan influencer media sosial.

CELIOS menyebut narasi greenwashing salah satunya getol dilancarkan melalui media sosial perwakilan pemerintah Cina di Indonesia. Selain itu, greenwashing juga tercermin dalam situs-situs perusahaan, seperti yang tercantum dalam situs resmi PT IMIP dan PT OSS.

Tak hanya muncul dari pihak asing, CELIOS menyebut beberapa keterangan dari pejabat publik Indonesia juga menyiratkan adanya greenwashing. Fenomena ini bahkan muncul di beberapa media massa lokal di Indonesia.

Katadata.co.id meminta tanggapan dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terkait hasil riset CELIOS yang menyebutkan praktik greenwashing dalam proyek investasi Cina di Indonesia. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan yang kami terima. 

Berdasarkan riset lapangan yang dilakukan Trend Asia, kawasan PT IMIP dengan ratusan ribu pekerja tidak memiliki fasilitas kesehatan yang memadai.

Fasilitas kesehatan di sana hanya bisa menampung sekitar 2 ribu pekerja. Sementara itu, kecelakaan kerja sangat sering terjadi.

Manajer Riset Trend Asia, Zakki Amali, juga menyoroti eksploitasi sumber daya di Raja Ampat beberapa waktu lalu, di mana ada keterlibatan investor Cina di dalamnya.

“Kita tahu misalnya pulau-pulau kecil di Indonesia, misalnya Pulau Wawonii, Pulau Obi, Pulau Gag, itu semua ditambang oleh entitas beragam, Indonesia ada, Cina ada,” ujar Zakki.

Padahal, pemerintah Indonesia memiliki regulasi berisi larangan penambangan di pulau kecil, di bawah 2.000 km2. Zakki menilai situasi ini menunjukkan rapuhnya regulasi Indonesia terhadap pengendalian dan pemulihan lingkungan.

Butuh Standar Jelas Penerapan ESG

Zulfikar menyampaikan, perlu adanya akuntabilitas dan transparansi, terutama dari perusahaan-perusahaan Cina di Indonesia agar mematuhi ketentuan pelindungan dan pemulihan lingkungan.

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melarang perusahaan menilai pencapaian environmental, social, and governance (ESG) mereka sendiri.

“Nah, ini tidak akuntabel, seharusnya ada standar bahwa perusahaan itu sudah memenuhi ESG atau belum,” ujar Zulfikar.

Zulfikar menambahkan, dalam situasi ini Cina tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Ini karena apa yang dilakukan oleh Cina adalah bentuk penyesuaian dengan negara penerima investasi atau host country.

“Investasi Cina selalu mengikuti bagaimana negara penerima menerapkan regulasi,” tambahnya.

Karena itu, penguatan regulasi domestik lebih mendesak dilakukan. Masalahnya, laporan CELIOS juga menuding pemerintah Indonesia cenderung menyebarkan narasi greenwashing.

Kendornya regulasi di Indonesia juga terlihat dari banyaknya pelanggaran lingkungan tanpa konsekuensi. Contohnya, PT IMIP dan PT IWIP telah memperluas operasi dengan melampaui batas analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Akan tetapi, sanksi yang dikenakan sangat minim.

"Seakan kita yang butuh, jadi kita membuka pintu seluas-luasnya (kepada Cina)," tutur Zulfikar.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...