Auriga Minta Pemerintah Cabut Izin PT Gag Nikel di Raja Ampat

Image title
25 September 2025, 16:57
Auriga, PT Gag Nikel, tambang, Raja Ampat
ANTARA FOTO/Olha Mulalinda/YU
Direksi PT Gag Nikel, Aji Priyo Anggoro mengambil gambar di lokasi terbuka penambangan yang sementara berhenti beroperasi di Pulau Gag Distrik Waigeo Barat Kepulauan Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Minggu (8/6/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Lembaga lingkungan Auriga Nusantara mendesak pemerintah mencabut seluruh izin tambang di kawasan Raja Ampat, termasuk izin operasi PT Gag Nikel yang baru saja diterbitkan kembali oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 3 September 2025. Desakan ini disampaikan menyusul temuan kerusakan lingkungan yang semakin masif di Pulau Gag, Papua Barat Daya.

“Kami mendorong sejumlah hal. Yang pertama, menetapkan Raja Ampat sebagai area no-go-zone. Jadi, area yang tidak diperbolehkan untuk pertambangan termasuk nikel. Ini tuntutan paling awal dan tetap kita sampaikan ke pemerintah,” tegas Direktur Pertambangan dan Energi Auriga Nusantara, Ki Bagus Hadi Kusuma, dalam konferensi pers, Kamis (25/9).

Ki Bagus menambahkan, langkah selanjutnya adalah mencabut semua izin tambang, termasuk PT Gag Nikel meski perusahaan tersebut sebelumnya dikecualikan dari area geopark.

Ketiga, menegaskan status geopark global Raja Ampat yang sudah ditetapkan UNESCO, sekaligus menetapkannya sebagai taman nasional laut dengan zonasi yang menjamin akses masyarakat, kemanfaatan, keterlibatan publik, dan pengawasan.

Pantauan Auriga, aktivitas tambang PT Gag Nikel telah menimbulkan dampak serius pada ekosistem Pulau Gag dan perairan sekitarnya.

“Pemantauan terakhir kami pada Desember 2024 menunjukkan tambang sudah beroperasi penuh, bahkan sudah produksi. Dari pemantauan udara, kerusakannya cukup masif. Perairan di sekitar pulau mulai tertutup sedimen,” kata Ki Bagus.

Ia mengungkapkan, total konsesi tambang di Raja Ampat mencapai 22.130 hektare, dengan 6.000 hektare di antaranya berada dalam kawasan hutan. Sejak 2001 hingga 2024, Auriga menghitung telah terjadi deforestasi seluas 623 hektare.

“Secara perbandingan mungkin tidak besar, tetapi dampaknya terhadap kawasan pesisir di sekitarnya sangat signifikan,” lanjutnya.

BUMN Diminta Jadi Teladan

Ki Bagus menyoroti status PT Gag Nikel sebagai bagian dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam), perusahaan tambang milik negara, yang menurutnya seharusnya menjadi contoh penegakan hukum dan perlindungan lingkungan.

“Kalau bagi kami, ini harusnya menjadi pionir, bukan justru mendapat pengecualian atau keistimewaan dalam penertiban izin tambang di Raja Ampat, khususnya di pulau-pulau kecil,” tegasnya.

Sebagai informasi, sebelumnya izin operasi PT Gag Nikel sempat dihentikan sementara pada 5 Juni 2025 karena protes masyarakat terhadap dampak lingkungan.

Namun, pemerintah kembali memberikan izin operasi awal September, yang memungkinkan perusahaan melanjutkan kegiatannya di pulau kecil yang berada tak jauh dari kawasan konservasi Raja Ampat.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan PT Gag Nikel diizinkan beroperasi untuk melakukan audit lingkungan.

Jika audit lingkungan tidak dilakukan ketika tambang beroperasi, pemerintah atau pihak audit tidak bisa mengetahui apakah perusahaan tersebut memiliki potensi pencemaran lingkungan atau tidak. Tri enggan menjelaskan, terkait durasi audit. Menurutnya hal ini merupakan wewenang kementerian lainnya.

Jika hasil audit lingkungan tidak menunjukkan hasil yang bagus, Tri mengatakan, perusahaan berpotensi tidak bisa melanjutkan operasi. “Bisa dua kemungkinan (lanjut atau tidak operasionalnya). Kalau audit lingkungan tidak ada masalah, ya sudah lanjutkan (operasi),” ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nuzulia Nur Rahmah

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...