Target Pengurangan 70% Sampah ke Laut di 2025 Sulit Tercapai

Image title
5 November 2025, 14:41
Nelayan melintas di dekat tempat pembuangan sampah di kawasan pesisir Tambakrejo, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (8/8/2025). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerapkan program Laut Sehat Bebas Sampah (Laut Sebasah) yang bertujuan untuk memulihkan
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/YU
Nelayan melintas di dekat tempat pembuangan sampah di kawasan pesisir Tambakrejo, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (8/8/2025). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerapkan program Laut Sehat Bebas Sampah (Laut Sebasah) yang bertujuan untuk memulihkan populasi ikan tangkap dengan mengurangi sampah laut sejak dari sumbernya, yakni meliputi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, pelabuhan dan aktivitas di laut, serta sungai.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Target pemerintah untuk mengurangi kebocoran sampah plastik ke laut sebesar 70% pada tahun 2025 diperkirakan bakal sulit tercapai. 

Berdasarkan hasil perhitungan Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN-PSL), capaian pengurangan kebocoran sampah plastik baru mencapai 41,68%. Angka ini masih jauh di bawah target yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova menilai peningkatan konsumsi plastik pascapandemi, terutama akibat lonjakan belanja daring, menjadi salah satu faktor utama tidak tercapainya target tersebut.

“Setelah pandemi, konsumsi plastik meningkat sangat masif, salah satunya karena faktor keamanan pangan dan melonjaknya pembelian secara online,” ujar Reza dalam konferensi pers, Rabu (5/11).

Reza menjelaskan bahwa selama masa pandemi, berbagai kebijakan pengelolaan sampah di daerah sebenarnya telah berjalan cukup baik. Ini terlihat dari kenaikan jumlah bank sampah, pembangunan fasilitas pengolahan sampah berbasis TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle), serta instalasi insinerator. Namun, peningkatan konsumsi plastik setelah pandemi membuat capaian pengurangan kebocoran sampah kembali melambat.

“Karena kita tahu ya pembelian online kan setelah pandemi, pada saat pandemi dan sampai sekarang itu berkali-kali lipat jumlahnya. Dan itu memang membuat, kalau mau jujur, itu menjadi lebih tinggi sampahnya yang ada di Indonesia,” jelasnya.

Selain itu, meningkatnya penggunaan plastik sekali pakai untuk keperluan pengemasan makanan dan logistik e-commerce memperburuk situasi. Menurut Reza, perubahan perilaku masyarakat yang terbiasa berbelanja daring menambah beban sistem pengelolaan sampah nasional yang belum siap menanganinya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nuzulia Nur Rahmah

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...