Indonesia Resmi Rilis Peta Jalan dan Panduan Aksi Karbon Biru di COP30
Kementerian Lingkungan Hidup bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan Peta Jalan dan Panduan Aksi Ekosistem Karbon Biru Indonesia pada COP30 di Belém, Brasil, pada Senin (17/11).
Penyusunan dokumen tersebut juga dilakukan bersama Kementerian Kehutanan, dengan dukungan teknis dari Global Green Growth Institute (GGGI) serta pendanaan dari Pemerintah Kanada.
Dokumen ini menjadi pedoman utama pelaksanaan karbon biru berintegritas tinggi di seluruh wilayah pesisir dan laut Indonesia, sekaligus menguatkan penyelarasan kebijakan dengan kerangka FOLU Net Sink 2030 dan Second Nationally Determined Contribution (SNDC).
Hutan mangrove seluas 3,4 juta hektare di Indonesia, kurang lebih menyimpan cadangan karbon hingga 887 juta ton. Lalu, 1,8 juta hektare padang lamun menyimpan sekitar 190 juta ton karbon. Dengan ekosistem karbon biru yang termasuk terbesar di dunia, Indonesia menegaskan komitmennya untuk memimpin melalui aksi nyata dan kolaborasi global.
Menteri LH/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq mengatakan penyelarasan darat dan laut ini merupakan tulang punggung strategi iklim Indonesia.
“Melalui penguatan ilmu pengetahuan, kebijakan strategis, dan kerja sama internasional, Indonesia ingin memastikan kontribusi karbon biru dapat terintegrasi utuh dalam sistem nilai ekonomi karbon dan pasar karbon nasional,” kata Hanif, dikutip dari keterangan resmi pada Selasa (18/11).
Integrasi karbon biru dalam SNDC menempatkan mangrove, padang lamun, dan rawa asin pasang surut sebagai bagian strategis pengurangan emisi dan peningkatan ketahanan iklim. Penyelarasan ini sekaligus memperkuat kerangka Nilai Ekonomi Karbon yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025.
Peta Jalan Karbon Biru Penting untuk Arsitektur Iklim Nasional
Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menegaskan, peta jalan karbon biru tidak hanya relevan bagi sektor kelautan, tetapi menjadi komponen penting arsitektur iklim nasional.
“Peta jalan ini bukan hanya panduan kebijakan, tetapi kerangka aksi yang menghubungkan sains, kebijakan, dan pendanaan untuk memastikan kualitas dan integritas ekosistem karbon biru dalam sistem nilai ekonomi karbon nasional,” ujar Sakti.
Sakti menambahkan, penyatuan pandangan terhadap tiga ekosistem karbon biru dalam satu sistem pesisir-laut akan membuka manfaat lebih luas. Di antaranya untuk perlindungan keanekaragaman hayati, ketahanan pesisir, keamanan pangan biru, hingga penciptaan peluang ekonomi berkelanjutan.
