Jusuf Kalla: Investasi Energi Fosil Murah Tapi Biaya Operasinya Mahal
Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menyoroti perkembangan energi yang semakin bergeser ke arah energi terbarukan karena saat ini dunia mulai memikirkan dampak lingkungan dari energi fosil. Indonesia diharapkan bisa mulai meninggalkan ketergantungannya terhadap bahan bakar fosil.
Ia tidak menampik bahwa untuk mengembangkan energi terbarukan membutuhkan biaya investasi yang tinggi dibandingkan energi fosil. Namun, biaya operasi energi fosil lebih tinggi. Misalnya saja untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) harus mengeluarkan biaya penanganan emisi.
"Kalau pembangkit hanya bisa dibangun di dekat sumbernya. Tapi kalau fosil selama ada pantai bisa dibikin PLTU. Tetapi biaya lingkungannya mahal," kata pria yang akrab dipanggil JK ini di Jakarta, Rabu (31/7).
Menurut JK, saat ini pemerintah telah berusaha memikirkan agar Indonesia bisa mulai meninggalkan ketergantungannya terhadap bahan bakar fosil. "Kita tidak bisa menghindari batu bara. Tapi akan diubah," ujarnya. Nantinya, dia menambahkan, pembangkit listrik tenaga batu bara hanya akan ada di Kalimantan (tambang batu bara).
(Baca: Kejar Target Bauran Energi 23%, Kementerian ESDM Susun Peta Jalan)
Adapun sektor energi saat ini sudah menjadi fokus kebijakan politik dunia. Tidak seperti pada 74 tahun lalu, pada saat harga minyak hanya berada di level US$ 1,70 per barel. Lalu 20 tahun kemudiam naik menjadi US$ 174 per barel.
Cadangan Batubara dan Migas Indonesia Makin Berkurang
Lalu harga terus meningkat seiring kesadaran global mengenai pentingnya keberadaan energi. Harga energi fosil seperti minyak bumi dan batu bara pun diprediksi akan semakin meningkat seiring menurunnya volume cadangan.
Adapun Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat cadangan terbukti batu bara sebesar 41 miliar ton per Juni 2019. Data tersebut dihimpun dari 15 perusahaan pemegang izin tambang dari pemerintah pusat. Dari jumlah cadangan tersebut Indonesia bisa memproduksi batu bara hingga 100 tahun kedepan, dengan asumsi produksi sekitar 400 juta ton per tahun.
Kemudian, cadangan gas alam cair (LNG) Indonesia berkurang 5% dalam dua tahun terakhir. Total cadangan gas Indonesia hingga 2018 sebanyak 135,55 triliun kaki kubik (TSCF). Rinciannya, cadangan terbukti (P1) sebesar 99,06 TSCF, cadangan potensial (P2) 21,26 TSCF dan cadangan yang mungkin (P3) 18,23 TSCF.
(Baca: Pertamina Proyeksi Indonesia Defisit Gas Mulai 2035)
Sedangkan, berdasarkan data BP cadangan minyak terbukti Indonesia menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun. Pada 1980, cadangan minyak Indonesia mencapai 11,6 miliar barel namun pada 2017 tinggal 3,17 miliar barel. Angka tersebut di bawah Malaysia (3,6 miliar barel) maupun Vietnam (4,4 miliar barel).