Pengembangan Energi Baru Terbarukan, Nuklir Jadi Opsi Terakhir
Pemerintah belum sepenuhnya memberikan lampu hijau kepada pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN di Tanah Air. Padahal, aturan pemanfaatan energinya telah masuk dalam draf rancangan undang-undang energi baru terbarukan atau RUU EBT yang sedang dibahas di DPR. Investor asing pun sudah menawarkan diri untuk membangun pembangkit listrik tersebut.
Pro-kontra soal nuklir menjadi pemicu maju-mundurnya langkah pemerintah. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menyampaikan berdasarkan survei yang dilakukan pihaknya bersama Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) masih ada masyarakat yang menolak pembangunan PLTN.
Sekitar 70% masyarakat setuju atas pembangunan PLTN, terutama di Pulau Bangka dan Kalimantan Barat. "Meskipun sudah 70%, tapi harus tetap perhatikan yang 30%," ujar Rida dalam Webinar, Kamis (15/10).
Di sektor kesehatan, pertanian, dan perkebunan sebenarnya teknologi nuklir sudah lama dipakai. Namun, pemikiran masyarakat mengenai nuklir masih berkolerasi dengan bom atom yang terjadi di Hiroshima, Jepang pada 1945. "Kalau untuk pembangkit listrik, orang masih cenderung mengasosiasikannya sebagai bom. Itu yang membuat sebagian masyarakat masih resisten dan menolak," kata dia.
Pemerintah tak melarang adanya PLTN di Indonesia tapi sumber daya energi terbarukan lainnya cukup melimpah, seperti panas bumi dan matahari. "Ada pemikiran kalau nuklir masuk, anugerah yang banyak itu tidak termanfaatkan maksimal," ujarnya.
Sementara dari segi teknologi dan daur ulang limbahnya, PLTN masih bergantung dari luar negeri. Dengan pertimbangan tersebut, pemerintah melihat nuklir bukan prioritas utama pengembangan energi baru terbarukan. Bahan bakar tersebut merupakan pilihan terakhir.
AS Negara Pemilik PLTN Terbesar Dunia
Sebelumnya, Kepala Perwakilan ThorCon International Pte Ltd Bob S Effendi berpendapat isu keselamatan menjadi tidak relevan untuk nuklir. Energi ini merupakan bahan bakar yang memiliki tingkat keamanan cukup tinggi.
Dia mencontohkan kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl di Ukraina pada 1986. Negara itu ternyata masih menggunakan energi tersebut. “Artinya, kalau memang ada isu keselamatan, tentunya Ukraina tidak akan memakai nuklir," kata dia.
Bob mengatakan, perusahaan akan memanfaatkan momentum pembangunan reaktor untuk ajang edukasi. Kemudian, ThorCon akan menyiapkan tempat penyimpanan limbah nuklir di sebuah kapal unit pembangkit listriknya. "Bisa menyimpan limbah untuk total operasi sekitar 80 tahun," kata dia.
Total produksi PLTN secara global per 2019 mencapai 2.796 terawatt (triliun watt) per jam. Amerika Serikat merupakan negara dengan PLTN terbesar di dunia. Negara ini mampu mengolah hingga 852 triliun watt per jam. Angka itu sama dengan 30,5% dari total produksi PLTN global.
Negara adikuasa lainnya, Tiongkok menyusul dengan memproduksi listrik bertenaga nuklir sebesar 348,7 triliun watt per jam. Produksinya setara dengan 12,5% dari keseluruhan produksi PLTN dunia.