Pengusaha Kritik Aturan Waktu Pasang PLTS Atap Tiap Januari dan Juli

Muhamad Fajar Riyandanu
25 Mei 2023, 14:56
plts atap, revisi permen plts atap
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian EDSM, Jakarta, Rabu (24/3/2021).

Sejumlah pelaku usaha jasa instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap menyayangkan rencana Kementerian ESDM untuk menetapkan termin pengajuan permohonan pemasangan PLTS Atap menjadi dua kali per tahun, yakni tiap Januari dan Juli.

Mereka menilai, ketetapan yang akan diatur revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tersebut dapat berdampak negatif bagi industri pemasangan PLTS Atap.

Direktur Utama BTI Energy, Erlangga Bayu, mengatakan bahwa jarak antara periode pengajuan pemasangan pada Januari dan Juli dinilai terlampau lama. Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran pelaku usaha yang melihat potensi menurunnya minat konsumen untuk menggunakan PLTS Atap.

"Jika ketetapan itu dijalankan, maka kami akan sangat terdampak. Misalnya kami sudah ada kesepakatan dengan konsumen pada Februari, apa iya kami harus tunggu sampai Juli untuk bisa mengajukan," kata Bayu saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Kamis (25/5).

Bayu mengatakan bahwa bisnis pemasangan PLTS Atap saat ini berjalan lambat karena pemerintah melalui PLN masih membatasi kapasitas instalasi daya PLTS. Kapasitas maksimal yang ditetapkan yakni sebesar 15% dari total terpasang dari pelanggan rumah tangga maupun industri.

Dia memahami bahwa pengenaan periode pengajuan pemasangan PLTS Atap bertujuan untuk menghapus batasan kapasitas instalasi per pelanggan dari PLN lewat penggantian skema kuota.

Melalui mekanisme kuota, konsumen dapat menginstal PLTS Atap tanpa ada pembatasan kapasitas selama para pengguna tidak melakukan ekspor daya listrik ke jaringan PLN dan kuota yang diberikan masih tersedia.

Pengenaan jarak periode tiap enam bulan merupakan upaya untuk meninjau sisa kuota yang ditentukan oleh PLN. Setelah itu akan disesuaikan dengan kapasitas transmisi energi baru dan terbarukan milik PLN.

Namun rencana itu akan cenderung memperlambat pengembangan PLTS atap. "Aturan-aturan seperti ini bisa menghambat pengembangan PLTS atap. Rasanya nanti peluang kami untuk jualan hanya dua bulan saja dalam setahun," ujar Bayu.

Simak target pemasangan PLTS atap di Indonesia pada databoks berikut:

Potensi Penyalahgunaan Izin Pemasangan

Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa, mengusulkan agar Kementerian ESDM memangkas tempo izin pengajuan menjadi tiap tiga bulan. Sehingga pengajuan permohonan pemasangan PLTS Atap dapat dilakukan hingga empat kali dalam setahun.

"Kalau ada penundaan enam bulan, ada potensi konsumen tidak lagi berminat untuk pasang karena terlalu lama," kata Fabby saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Kamis (25/5).

Dia menilai, termin pengajuan izin pemasangan pembangkit setrum surya tiap tiga bulan juga bertujuan untuk mencegah adanya oknum pelaku usaha maupun konsumen yang telah mengajukan izin namun urung untuk melanjutkan pembangunan PLTS Atap.

"Dengan begitu, kalau dalam waktu dua bulan mereka tidak mengeksekusi izin yang telah diberikan. Maka otomatis batal," ujar Fabby. Kalau enam bulan itu terlalu lama, ada potensi pihak dapat izin tapi tidak digunakan, ini menutup kesempatan pihak lain.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, mengatakan pengaturan periode pemasangan berkaitan dengan mekanisme penerapan sistem kuota dalam instalasi PLTS Atap.

Pengenaan jarak periode tiap enam bulan merupakan upaya untuk meninjau sisa kuota yang ditentukan oleh PLN. Setelah itu akan disesuaikan dengan kapasitas transmisi PLN dari energi baru terbarukan. Lewat mekanisme kuota, para pengguna PLTS atap tidak bisa mengekspor atau menjual listrik ke PLN.

"Apabila pelanggan memiliki rencana memasang PLTS Atap, maka harus memperhatikan kuota pengembangan yang dipublikasikan oleh PLN," kata Dadan lewat pesan singkat pada Rabu (24/5).

Konsep kuota dibagi menjadi tiga tingkat berupa kuota sistem, sub-sistem dan kuota tingkat klaster dengan satuan megawatt (MW). Besaran kuota tersebut akan ditetapkan oleh Kementerian ESDM untuk selanjutnya dijalankan oleh PLN selaku badan usaha.

Sebagai contoh, Kementerian ESDM bakal menetapkan kuota pada sistem Jawa-Bali (Jamali). Kuota terpusat itu akan disesuaikan pada sub sistem Cirebon untuk selanjutnya disebar ke masing-masing kuota klaster dalam bentuk gardu induk. Adapun besaran kuota yang ditetapkan dari tiap tingkatan bisa dipantau melalui website resmi PLN.

Calon pengguna PLTS Atap diwajibkan untuk mengajukan permohonan instalasi kepada PLN. PLN sebagai otoritas tunggal listrik nasional akan mengevaluasi sisa kuota yang tersedia di tingkat yang paling kecil, yakni tingkat klaster atau gardu induk.

Sepanjang kuota di tingkat gardu induk masih tersedia, permohonan instalasi PLTS atap bisa diproses lebih lanjut. "Pelanggan mengajukan permohonan sesuai jadwal dan melakukan pembangunan setelah mendapatkan persetujuan," ujar Dadan.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...