AstraZeneca Gunakan 500 Kendaraan Listrik untuk Armada Operasional
AstraZeneca melakukan transisi kendaraan operasional dari konvensional ke kendaraan listrik. Sebanyak 500 kendaraan listrik akan menjadi moda transportasi operasional perusahaan tersebut di Pulau Jawa, terdiri dari 150 motor listrik dan 350 mobil listrik.
President Director of AstraZeneca Indonesia, Sewhan Chon, mengatakan saat ini perusahaannya baru menggunakan sebanyak 120 sepeda motor listrik dan kedepannya akan ada tambahan sebanyak 30 motor listrik. Dengan begitu total motor listrik yang akan digunakan sebanyak 150, dan sisa 350 akan digunakan untuk kuota mobil listrik.
Dia mengatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan pemerintah Indonesia memberikan kemudahan bagi AstraZeneca untuk bisa mewujudkan program penggunaan 500 kendaraan listrik untuk armada operasionalnya. Kemudahan itu seperti membantu dalam membangun ekosistem kendaraan listrik.
“Jadi sekali lagi, pemerintah Indonesia sangat mendukung dan ini adalah bukti bahwa pemerintah Indonesia 100% mendukung inisiatif dan upaya untuk membangun yang lebih hijau,” kata dia dalam acara Peluncuran Kendaraan Listrik AstraZeneca dan Penandatanganan Nota Kesepahaman, di Gedung Kemenko Marves, Jakarta, Selasa (31/10).
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti, menyampaikan salah satu upaya untuk mengurangi emisi karbon di sektor transportasi adalah dengan beralih menggunakan kendaraan listrik. Dia menyebutkan sektor transportasi merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap gas rumah kaca (27%), yang masih didominasi oleh bahan bakar fosil.
Untuk itu, Nani menuturkan, transisi ke sepeda motor listrik atau kendaraan roda dua harus mencapai 1,8 juta pada tahun 2025 dan 13 juta pada tahun 2030 guna mencapai target pengurangan emisi berdasarkan Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC) Indonesia. Sementara transisi kendaraan roda empat harus mencapai 0,4 juta pada tahun 2025 dan 2 juta pada tahun 2030.
“Upaya keberlanjutan yang komprehensif dari AstraZeneca di Indonesia menjadi contoh yang bagus, semoga ini bisa menjadi inisiatif keberlanjutan bagu perusahaan lainnya," kata Nani.
Nani mengatakan, kedepannya penerapan kendaraan listrik untuk armada operasional akan digunakan di Pulau Sumatera dan Sulawesi.
Kendala Adopsi Kendaraan Listrik di Indonesia
Institute for Essential Services Reform (IESR) menghimpun data adopsi kendaraan listrik di Indonesia yang meningkat beberapa tahun terakhir. Pada 2022 saja, jumlah kendaraan motor listrik (E2W) dan mobil listrik (E4W) masing-masing meningkat 5-4 kali lipat dibandingkan 2021.
Meski tumbuh pesat pada 2022, tim riset menyebut tingkat adopsi kendaraan listrik masih jauh dari Nationally Determined Contribution (NDC) atau komitmen negara di dalam Paris Agreement alias Perjanjian Paris untuk mengurangi emisi dari transportasi.
Ada beberapa kendala yang didapatkan dalam adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Ini berdasarkan survei yang dihimpun oleh IESR.
Pertama, sulitnya menemui stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang dipilih 71,2% responden. Kedua, harga kendaraan listrik atau perawatan yang mahal juga menjadi perhatian 62% responden.
“Sebagian besar E2W berharga lebih dari Rp25 juta, sementara mayoritas sepeda motor yang dijual di Indonesia harganya kurang dari Rp 20 juta. Kesenjangan tersebut bahkan lebih terasa untuk E4W yang sebagian besar harganya lebih dari Rp600 juta, sementara mayoritas ICEV 4W dijual kurang dari Rp300 juta," tulis tim riset dalam laporannya.
Jarak berkendara yang terbatas menjadi alasan hambatan ketiga, dengan proporsi hingga 52%. Di urutan keempat, ada sulitnya pergantian baterai dan operasional lainnya yang dipilih 46,6% responden.
"Selain itu, durasi pengisian daya yang lama, performa yang rendah, dan jangkauan perjalanan kendaraan listrik yang terbatas juga dianggap sebagai hambatan," kata tim riset.
Tim juga melihat sisi lainnya, yakni persepsi konsumen dan kurangnya pemahaman tentang kendaraan listrik juga menghambat adopsi kendaraan itu sendiri. Survei ini termuat dalam laporan IESR yang bertajuk Indonesia Electric Vehicle Outlook (IEVO) 2023. IESR belum menjelaskan lebih lanjut terkait detil survei tersebut.
Kementerian Keuangan menganggarkan Rp966,8 juta untuk pengadaan kendaraan listrik yang akan dipakai setiap pejabat eselon I Pegawai Negeri Sipil atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Angka yang dianggarkan ini merupakan batas maksimal.