IESR: Transisi Energi di Indonesia Baru Sampai Tahap Konsolidasi

Tia Dwitiani Komalasari
15 Desember 2023, 19:42
Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Demokrasi Energi menggelar aksi teatrikal saat unjuk rasa dalam rangka menyambut Hari Listrik Nasional di depan kantor pusat PLN,Jakarta, Kamis (26/10/2023). Aksi tersebut menyerukan kepada PLN, sebagai satu
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.
Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Demokrasi Energi menggelar aksi teatrikal saat unjuk rasa dalam rangka menyambut Hari Listrik Nasional di depan kantor pusat PLN,Jakarta, Kamis (26/10/2023). Aksi tersebut menyerukan kepada PLN, sebagai satu-satunya perusahaan penyedia listrik negara, agar tidak membatasi kapasitas pemasangan surya atap bagi masyarakat sebagai upaya mempercepat transisi energi terbarukan guna mengurangi polusi udara.

Laporan Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebutkan bahwa transisi energi di Indonesia baru memasuki tahap konsolidasi. Itu artinya, transisi energi di Indonesia belum memasuki tahap eksekusi yang akan memberikan dampak signifikan pada dekarbonisasi.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan fase konsolidasi yang dimaksud meliputi kebijakan, program, dan menggalang dukungan politik untuk fondasi transisi energi di Indonesia. Saat ini, belum ada  kesepakatan bersama mengenai visi dan peta jalan dekarbonisasi yang efektif sekaligus berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.

"Fase konsolidasi ini sepertinya masih akan terus berlanjut hingga tahun depan, sebelum akhirnya kita akan masuk pada fase eksekusi," ujar Fabby dalam peluncuran laporan Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024 yang diikuti secara daring pada Jumat (15/12/2023).

Dia mengatakan, hal itu menyebabkan tidak ada perubahan perkembangan signifikan pada energi terbarukan. Efisiensi energi pun tidak optimal karena lemahnya kepemimpinan dan kontrol. 

Fabby mengatakan, kondisi tersebut disebabkan karena banyaknya kepentingan dari berbagai pihak dan konsekuensi keputusan politik di masa lalu. Selain itu, lembatanya masa konsolidasi juga disebabkan kapasitas institusi yang kurang memadai serta faktor-faktor politik dan ekonomi global seperti masa pandemi dan perang Rusia-Ukraina.

Dia mengatakan, pengembangan infrastruktur energi bersih dan penguatan kapasitas institusi memerlukan kebijakan yang dilakukan secara paralel dalam jangka waktu singkat. Hal itu juga perlu diikuti oleh alokasi anggaran publik dan perbaikan tata kelola sektor energi, termasuk BUMN.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana berharap transisi energi sudah mulai lepas landas tahun depan. Pasalnya, pengembangan berbagai energi terbarukan akan diterapkan pada 2024.

Dia menambahkan, peluncuran IETO 2024 dari IESR tersebut juga tepat waktu baik dari segi tahun maupun dari sisi politik. Pasalnya, Indonesia akan menjalani pemilihan umum yang digelar tahun depan.

Berdasarkan laporan Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) bertajuk Renewable Energy Statistics 2023, Tiongkok menjadi negara dengan kapasitas energi terbarukan atau EBT terbesar di dunia pada 2022.

Tercatat, Negeri Tirai Bambu memiliki pembangkit listrik EBT dengan kapasitas mencapai 1,16 juta megawatt (MW) pada tahun lalu. Jumlah ini setara 34,31% dari total kapasitas energi terbarukan global yang mencapai 3,38 juta MW pada 2022.

 Amerika Serikat berada di urutan kedua dengan kapasitas EBT sebesar 351,67 ribu MW. Posisi berikutnya ada Brasil dan India yang masing-masing memiliki kapasitas EBT sebesar 175,26 ribu MW dan 163,01 ribu MW. 
 
Sementara, Indonesia menempati urutan ke-34 dengan kapasitas EBT sebesar 12,6 ribu MW pada tahun lalu. Posisi Indonesia berada di bawah Belgia dengan kapasitas EBT sebesar 13,08 ribu MW.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...