Sektor Energi Terbarukan Berpotensi Ciptakan 3,2 Juta Lapangan Kerja

Rena Laila Wuri
24 Januari 2024, 18:29
Pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pulau wisata Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Kamis (10/8/2023). Menurut data PLN NTB saat ini kontribusi energi baru terbarukan (EBT) di NTB sekitar 3,46
ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/aww.
Pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pulau wisata Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Kamis (10/8/2023). Menurut data PLN NTB saat ini kontribusi energi baru terbarukan (EBT) di NTB sekitar 3,46 persen dari total energi produksi pembangkit yang dari jumlah tersebut tenaga surya berkontribusi sebesar 1,69 persen, air sebesar 1,43 persen dan biomassa sebesar 0,34 persen.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), Deon Arinaldo, memproyeksikan sektor energi terbarukan berpotensi menciptakan sebanyak 3,2 juta lapangan pekerjaan.

"Kami menghitung lapangan kerja yang tercipta dari energi terbarukan yang dibangun cukup masif supply chain, sumber daya pemasangan instalasi, perawatan, dan sebagainya itu sekitar 3,2 juta lapangan pekerjaan," kata Deon, dikutip Rabu (24/1).

Deon menambahkan, angka tersebut belum termasuk potensi pekerjaan yang secara tidak langsung berkontribusi terhadap sektor energi terbarukan, seperti industri, rantai pasok manufaktur, dan lainnya.

Kendati demikian, Deon memperkirakan terdapat 1,3 juta lapangan pekerjaan yang sudah ada akan hilang terutama pada sektor energi berbasis fosil.

"Jadi ada 3,2 (lapangan pekerjaan) yang tercipta, tetapi yang saat ini ada sekitar 1,3 juta (lapangan pekerjaan) di fosil (sektor energi berbasis fosil), di migas (minyak dan gas), batu bara, dan sektor pendukungnya mungkin bisa terdisrupsi," ujar Deon.

Menurut Deon, para pekerja di sektor energi berbasis fosil yang terdampak tidak serta-merta dapat dipekerjakan ulang pada pekerjaan di bidang energi terbarukan.

Oleh karena itu, Deon menekankan pentingnya penerapan transisi energi yang berkeadilan guna mengantisipasi potensi hilangnya lapangan pekerjaan karena sektor energi terbarukan.

"Mungkin kita bisa adopsi best practice-nya dan sesuai dengan konteks Indonesia," kata Deon lagi.

Menurut dokumen resmi Organisasi Perburuhan Internasional/International Labour Organization (ILO) bertajuk “Lembar Fakta tentang Pekerjaan yang Layak dan Ramah Lingkungan (Green Jobs) di Indonesia, "green job" atau pekerjaan ramah lingkungan bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan yang diakibatkan oleh perusahaan dan sektor ekonomi hingga ke tingkat yang mampu melestarikan lingkungan hidup.

Secara khusus, hal itu mencakup pekerjaan yang dapat membantu melindungi ekosistem dan biodiversitas; mengurangi energi, materi, dan konsumsi air melalui strategi yang memiliki tingkat efisiensi tinggi; dekarbonisasi perekonomian; serta mengurangi atau mencegah pembuatan segala bentuk limbah dan polusi

Reklamasi Pascatambang

Di sisi lain, pemerintah terus mendorong pemenuhan kewajiban perusahaan pertambangan untuk melakukan upaya reklamasi pascatambang. Upaya ini dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam merawat dan menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

"Jadi kunci dari tambang itu adalah rencana. Begitu tidak ada rencana, kita bisa katakan tambang itu tidak sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik," kata Inspektur Tambang Madya/Koordinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sulistiyohadi, dalam diskusi daring "Mengidentifikasi Peran Sektor Swasta dalam Pemberdayaan Sosial-Ekonomi Masyarakat" yang digelar oleh IESR, Rabu (24/1).

Sulistiyohadi mengatakan, tambang merupakan salah satu bentuk kegiatan ekstraktif yang merusak alam dan lingkungan untuk sementara waktu. Sementara reklamasi adalah suatu proses untuk mengembalikan dan memulihkan lahan bekas tambang agar dapat digunakan kembali atau dikembalikan ke kondisi yang mendekati keadaan aslinya. 

“Jadi reklamasinya sesuai peruntukan. Kalau 15 tahun yang lalu diperuntukan sebagai hutan maka reklamasinya menuju ke kawasan hutan,” kata Sulistiyohadi.

Sulistiyohadi menuturkan, reklamasi dilakukan saat tambang masih beroperasi. Reklamasi ini biasanya dilakukan di lahan yang sudah selesai ditambang atau bekas fasilitas yang sudah tidak digunakan lagi.

Ia mengatakan perusahaan yang mengelola sumber daya alam diwajibkan membuat program community development atau pemberdayaan masyarakat. “Berbeda dengan CSR. Community development fokus dalam pemberdayaan masyarakat di kawasan ring 1,” kata Sulistiyohadi.

Berikut beberapa reklamasi pasca tambang yang sudah dilakukan oleh perusahaan pertambangan di Indonesia:

  1. Penanaman kelapa sawit di area bekas tambang;
  2. Pembuat hutan koleksi, contohnya Arboretum Busang kawasan reklamasi yang berada di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur;
  3. Tempat penangkaran rusa, peternakan sapi hingga perkebunan jagung;
  4. Pemanfaatan danau pasca tambang melalui instalasi pengelolaan air bersih untuk masyarakat;






Reporter: Rena Laila Wuri, Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...