Joe Biden Gelontorkan Dana Hibah Rp 113 T untuk Program Energi Surya
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menggelontorkan dana US$7 miliar atau setara dengan Rp 113 triliun (Kurs Rp 16.235 per dolar AS) dalam proyek energi surya secara nasional. Dana tersebut berfokus pada komunitas di daerah.
Biden mengatakan proyek yang didanai oleh program “solar for all" ini akan menciptakan 200.000 pekerjaan. Hal ini disebut sebagai aksi iklim bersejarah di AS.
Program ini didanai oleh Undang-Undang Pengurangan Inflasi yang mengumpulkan dana US$369 miliar (Rp 5.993 triliun) tahun lalu. Menurut Biden, program ini dapat menguntungkan ratusan ribu keluarga berpenghasilan rendah, di mana mereka menghabiskan hingga 30% dari pendapatan mereka untuk energi.
“Hibah tersebut disalurkan di seluruh negeri dari negara bagian, wilayah, pemerintah suku hingga kotamadya untuk mengembangkan program yang disalurkan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan kurang beruntung untuk mendapatkan keuntungan dari tenaga surya perumahan," kata Biden dikutip dari The Guardian, Selasa (23/4).
Ia mengatakan, dengan program “solar for all” ini aka menyasar 900.000 rumah tangga untuk memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap. Selain itu, jutaan keluarga akan menghemat lebih dari US$400 (Rp 6,4 juta) dalam setahun untuk tagihan utilitas.
Dana hibah tersebut akan didistribusikan melalui hibah ke 60 organisasi pemohon di seluruh negeri. Hibah tersebut akan menghasilkan US$8 miliar (Rp 129 triliun) dalam penghematan tagihan listrik rumah tangga selama masa program.
Investasi Energi Bersih Meningkat
International Energy Agency (IEA) menyebut, investasi energi bersih secara global mulai meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan IEA mengestimasikan lebih dari US$1,4 triliun diinvestasikan pada 2022. Angka itu terhitung hampir tiga perempat dari pertumbuhan keseluruhan investasi energi.
IEA melihat, pasca-penandatanganan Perjanjian Paris (Paris Agreement) pada 2015, tingkat pertumbuhan investasi energi bersih dalam lima tahun hanya di atas 2%.
"Sejak tahun 2020 angka tersebut telah meningkat menjadi 12%, jauh dari yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan iklim internasional, namun tetap merupakan langkah penting ke arah yang benar," tulis IEA.
Adapun investasi energi bersih tertinggi pada tahun 2021 berada di Tiongkok dengan nilai US$380 miliar, diikuti oleh Uni Eropa US$260 miliar, dan Amerika Serikat US$215 miliar.
Dari data yang dilampirkan, energi terbarukan, efisiensi energi, dan jaringan penyimpanan energi mendapatkan porsi investasi yang besar.
Berikut data investasi global energi bersih yang dihimpun IEA:
- 2017
Energi terbarukan: US$326 miliar
Efisiensi energi dan penggunaan akhir: US$376 miliar
Jaringan penyimpanan energi: US$322 miliar
Nuklir: US$37 miliar
Kendaraan listrik: US$5 miliar
Bahan bakar rendah karbon dan CCUS: US$11 miliar - 2018
Energi terbarukan: US$359 miliar
Efisiensi energi: US$376 miliar
Jaringan penyimpanan energi: US$315 miliar
Nuklir: US$34 miliar
Kendaraan listrik: US$13 miliar
Bahan bakar rendah karbon dan CCUS: US$10 miliar
- 2019
Energi terbarukan: US$393 miliar
Efisiensi energi: US$390 miliar
Jaringan penyimpanan energi: US$296 miliar
Nuklir: US$35 miliar
Kendaraan listrik: US$19 miliar
Bahan bakar rendah karbon dan CCUS: US$10 miliar - 2020
Energi terbarukan: US$418 miliar
Efisiensi energi: US$355 miliar
Jaringan penyimpanan energi: US$298 miliar
Nuklir: US$40 miliar
Kendaraan listrik: US$27 miliar
Bahan bakar rendah karbon dan CCUS: US$10 miliar - 2021
Energi terbarukan: US$446 miliar
Efisiensi energi: US$430miliar
Jaringan penyimpanan energi: US$317 miliar
Nuklir: US$44 miliar
Kendaraan listrik: US$55 miliar
Bahan bakar rendah karbon dan CCUS: US$16 miliar - 2022 (estimasi)
Energi terbarukan: US$472miliar
Efisiensi energi: US$470 miliar
Jaringan penyimpanan energi: US$337 miliar
Nuklir: US$49 miliar
Kendaraan listrik: US$93 miliar
Bahan bakar rendah karbon dan CCUS: US$19 miliar