PLN Telah Genjot 17,3 GW Pembangkit EBT, Capai 83% dari Target 2030

Ringkasan
- Pemerintah, melalui Kementerian ESDM, telah menyelesaikan Revisi Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) dan sedang meminta persetujuan DPR untuk pengesahannya, didorong oleh percepatan kemajuan teknologi dan diversifikasi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang meningkatkan potensinya dalam bauran energi primer nasional.
- Revisi RPP KEN bertujuan untuk memperkuat kontribusi sektor energi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca serta mencapai tujuan net zero emission pada tahun 2060, dengan mengarah pada kebijakan energi yang berkeadilan, berkelanjutan, terpadu, efisien, produktif, dan berwawasan lingkungan.
- Rencana ini mencakup optimasi penggunaan EBT untuk mendukung dekarbonisasi dengan target mencapai 23% EBT dalam bauran energi primer pada 2025, 31% pada 2050, dan 70% sampai 72% pada 2060, sebagai langkah mencapai puncak emisi pada 2035 dan net zero emission pada 2060.

Kapasitas pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) yang telah diproses PT PLN (Persero) mencapai 17,35 Gigawatt hingga April 2024. Angka tersebut menembus 83% dari target pembangkit EBT PLN sebesar 20,9 GW seperti tertera dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
Secara rinci, penambahan pembangkit EBT tersebut sebesar 5 GW dalam proses pendanaan; kemudian 7,8 GW dalam proses pengadaan; sebesar 3,46 GW dalam proses konstruksi; dan sebesar 1,1 GW sudah beroperasi. Sedangkan, sebesar 3,6 GW lainnya masih dalam proses perencanaan.
Direktur Utama PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, mengatakan porsi pengembangan EBT akan mencapai 52% pada 2030. Secara rinci, pembangkit EBt tersebut terdiri dari hidro 10,4 GW, tenaga surya dan angin 5GW, biomassa 0,6 GW, geothermal 3,4 GW, dan lainnya 1,5 GW.
"Sampai dengan April 2024, PLN sudah memproses 17,534 GW pembangkit berbasis energi baru terbarukan, ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, di Jakarta, Kamis (30/5).
Dia mengatakan, PLN telah merancang RUPTL paling hijau sepanjang sejarah pada empat tahun lalu. Saat itu, PLN menghapus 13 GW pembangkit listrik berbasis batubara yang masih dalam fase perencanaan.
"Itu akan menghindari emisi rumah kaca sebesar 1,8 miliar ton selama 25 tahun," ujarnya.
PLN juga terus menggenjot sejumlah pembangkit listrik berbasis EBT lainnya. Saat ini, PLN tengah menggarap tiga proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di tiga lokasi. PLTS terapung dengan kapasitas besar tersebut diharapkan bisa beroperasi pada 2025 hingga 2026.
Tiga PLTS terapung itu adalah:
1. PLTS terapung Saguling di Jawa Barat
Pembangkit listrik ini memiliki kapasitas 60 MW dan ditargetkan bisa beroperasi secara komersial pada 2025.
2. PLTS Terapung Singkarak di Sumatera Barat
Pembangkit listrik ini memiliki kapasitas 50 MW dan ditargetkan bisa beroperasi secara komersial pada 2026.
3. PLTS Terapung Karangkates di Jawa Timur
Pembangkit listrik ini memiliki kapasitas 100 MW dan ditargetkan bisa beroperasi secara komersial pada 2025.
Darmawan mmengatakan sebelumnya PLN telah meresmikan PLTS terapung Cirata dengan kapasitas 192 MW di Jawa Barat. Pembangkit listrik ini merupakan adalah PLTS terapung yang terbesar di Asia Tenggara dan nomor 3 terbesar di dunia.
"Sebagai kelanjutan pemenuhan komitmen PLN dalam meningkatkan bauran EBT di Indonesia, kedepannya akan semakin banyak proyek EBT PLN yang beroperasi," kata Darmawan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan potensi PLTS terapung yang dapat dikombinasikan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) eksisting mencapai 12.055 megawatt (MW). Potensi itu tersebar di 28 lokasi dari Sumatera hingga Papua.
Potensi PLTS terapung terbesar ada di tiga wilayah Sumatera yang mencapai 7.150 MW. Potensi PLTS terapung mencapai 2.919 MW di enam wilayah Sulawesi.