Bos AirAsia Keluhkan Harga Avtur Ramah Lingkungan Mahal, Dongkrak Harga Tiket

Andi M. Arief
5 September 2024, 15:18
(kiri ke kana) Presiden Airbus Asia Pacifik Anand Stanley, Direktur Astra Henry Tanoto, CEO Airasia Tony Fernandes, Executive Director at Golden Agri-Resources Jesslyne Widjaja, dan Executive Director of International Council on Clean Transportation (ICC
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.
(kiri ke kana) Presiden Airbus Asia Pacifik Anand Stanley, Direktur Astra Henry Tanoto, CEO Airasia Tony Fernandes, Executive Director at Golden Agri-Resources Jesslyne Widjaja, dan Executive Director of International Council on Clean Transportation (ICCT) Drew Kodjak berbicara dalam sesi pleno ketiga konferensi pers Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2024). Sesi pleno ketiga tersebut membahas tema "Driving Future of Emiss
Button AI Summarize

CEO AirAsia, Tony Fernandes, menyatakan harga bahan baku yang digunakan dalam produksi Avtur ramah lingkungan atau sustainable aviation fuel (SAF) saat ini cukup tinggi. Oleh karena itu, penggunaan SAF dalam waktu dekat hanya akan mendongkrak harga tiket pesawat.

Jika penggunaan SAF dipaksakan, Tony menilai pemerintah di seluruh dunia perlu mensubsidi industri maskapai penerbangan. Oleh karena itu, Tony mengaku skeptis untuk penggunaan SAF dalam waktu dekat, setidaknya untuk AirAsia.

Selain itu, Tony mengatakan, penggunaan avtur berkelanjutan atau SAF tidak akan berdampak signifikan pada program dekarbonisasi. Sebab, campuran bahan baku berkelanjutan pada SAF yang diakui masyarakat internasional kini hanya sekitar 1%.

"Bahkan jika pencampuran bahan berkelanjutan mencapai 5%, harga SAF akan tetap tinggi dan membuat harga tiket pesawat naik. Saya mendukung penggunaan SAF, tapi perlu pasokan SAF yang banyak dan pada harga yang tepat," kata Tony kepada Katadata.co.id di sela gelaran Indonesia International Sustainability Forum atau ISF 2024, Kamis (5/9).

Seperti diketahui, ambang batas toleransi kesalahan pengukuran karbon pada sebuah pesawat terbang adalah 1%. Dengan demikian, penggunaan SAF dengan kandungan bahan berkelanjutan sekitar 1% hanya akan dianggap sebagai kesalahan pengukuran.

Tony menilai SAF dapat digunakan industri maskapai jika bahan baku yang digunakan adalah Minyak Kelapa Sawit mentah atau CPO maupun turunannya. Untuk diketahui, turunan CPO yang dapat menjadi campuran SAF adalah minyak goreng bekas dan limbah kelapa sawit.

Dia berargumen produksi minyak kelapa sawit cukup tinggi di Asia Tenggara yang akhirnya dapat menekan harga SAF. Namun, menurutnya, negara-negara barat tidak akan menggunakan minyak kelapa sawit.

"Solusi nyata dalam produksi SAF sepertinya minyak kelapa sawit. Saya tidak tahu mengapa negara-negara barat sangat menentang minyak kelapa sawit sebagai bahan baku SAF. Kami sangat mendukung minyak kelapa sawit menjadi bahan baku produksi SAF," katanya.

Di sisi lain, Tony menilai masih banyak cara bagi industri maskapai penerbangan untuk menekan emisi karbon. Untuk diketahui, industri maskapai berkontribusi sekitar 12% dari total emisi karbon yang dihasilkan industri transportasi secara global.

Tony menghitung pengaturan lalu lintas udara yang lebih baik oleh sektor navigasi udara dapat menekan konsumsi bahan bakar setidaknya 10%. Sebab, pesawat umumnya memutari bandara antara dua sampai tiga kali sebelum mendarat.

"Pemerintah harus lebih tekun dalam memperbaiki inefisiensi dalam perencanaan penerbangan maskapai sebelum terbang," katanya. 

Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...