Sembilan Rekomendasi Transisi Energi untuk Pemerintahan Prabowo
Enam lembaga think-tank yang tergabung di dalam Energy Transition Policy Development (ETP) Forum, merekomendasikan sembilan poin yang perlu dilaksanakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam rangka mencapai transisi energi di Indonesia.
Direktur Indonesia Climateworks Centre, Guntur Sutiyono, mengatakan percepatan transisi energi sangat penting untuk menjaga ketahanan energi Indonesia di tengah perubahan ekonomi dan geopolitik global. Guntur mengatakan pemerintahan baru yang dipimpin oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto harus memprioritaskan masalah ketahanan energi dan pemanfaatan energi bersih untuk mencapai kemandirian energi dan memerangi krisis iklim,
"Dalam lima tahun ke depan percepatan transisi energi yang bersih akan sangat penting untuk mencapai target emisi nol bersih dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan," kata Guntur di Jakarta, Kamis (24/10).
Berikut sembilan rekomendasi tersebut:
1. Implementasikan subsidi langsung
Guntur mengatakan, subsidi energi yang diterapkan saat ini tidak tepat sasaran. Pemerintah perlu melakukan reformasi dengan mengimplementasikan subsidi langsung sehingga bisa diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Implementasi subsidi langsung dapat dilakukan melalui program berbasis digital dan basis data yang akurat.
2. Penetrasi akses energi ke daerah 3T
Menurut Guntur, akses energi yang andal dan bersih untuk daerah 3T juga sangat penting. Pembangunan jaringan mikro, mini, dan off-grid berbasis komunitas atau koperasi dapat menjadi solusi konkrit swasembada energi.
3. Kebijakan feed-in tariff
Guntur mengatakan pemerintah perlu memisahkan peran regulator dan operator bisnis. Hal itu dapat meningkatkan efisiensi dan mempercepat adopsi energi bersih melalui mekanisme yang lebih transparan.
Pemerintah dapat menerapkan feed-in tariff, yaitu kebijakan yang memberikan harga di atas harga pasar kepada produsen energi terbarukan untuk listrik yang mereka distribusikan ke jaringan listrik. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong investasi dalam teknologi energi terbarukan
Selain feed-in tariff, pemerintah juga dapat mengatur wilayah usaha listrik untuk memperkuat pasar energi terbarukan. Selain itu, penting bagi pemerintah mempercepat pelaksanaan transisi energi, koordinasi lintas sektoral yang melibatkan lembaga strategis.
4. Memperkuat institusi koordinasi untuk transisi energi
Menurut Guntur, penguatan tersebut dapat dilakukan oleh Dewan Energi Nasional (DEN) melalui Undang-Undang dan pembentukan satuan tugas koordinasi (SatGas) yang dipimpin oleh presiden atau wakil presiden. Hal itu untuk menjamin keterpaduan kebijakan, seperti kelembagaan penanggulangan kemiskinan atau respons bencana, sangat penting.
Selain itu, menurut Guntur, pemerintah perlu memastikan semua pihak, terutama masyarakat rentan dan tenaga kerja, mendapat manfaat dari transisi energi yang berkeadilan, regulasi pendukung seperti RUUEBET harus segera diterapkan.
5. Pengembangan tata kelola dan kelembagaan, serta tata kelola Nilai Ekonomi Karbon (NEK)
Guntur mengatakan pemerintah perlu fokus menggenjot upaya dekarbonisasi sektor energi, khususnya perluasan implementasi nilai ekonomi karbon (NEK) di luar sektor ketenagalistrikan, seperti sektor industri dan subsektor transportasi.
6. Pertegas komitmen Indonesia dan berkontribusi pada target transisi energi global
Menurut Guntur, komitmen tersebut dilaksanakan dengan tidak terbatas pada peningkatan kapasitas bauran energi terbarukan hingga tiga kali lipat dan penggandaan kapasitas efisiensi energi pada tahun 2030.
Pemerintah juga perlu memastikan ada komitmen tegas untuk mencapai target emisi nol bersih, terutama dengan memperkuat komitmen untuk percepatan penghentian operasional PLTU dan pengembangan carbon. Ini merupakan bagian dari strategi dekarbonisasi nasional.
7. Investasi penelitian dan pengembangan teknologi baru
Guntur mengatakan, komitmen transisi energi ini memerlukan investasi besar. Investasi tersebut misalnya untuk implementasi sistem baterai yang digunakan untuk transportasi publik yang bersih, penggunaan hidrogen, dan amonia hijau sangat penting untuk memastikan keberhasilan transisi energi.
8. Pemanfaatan industri ekstraktif dan hilirisasi harus berstandarkan lingkungan
Pemerintah berencana memanfaatkan industri ekstraktif dan hilirisasi mineral kritis untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan transisi energi yang berkeadilan. Namun, Guntur menegaskan, hal itu perlu berlandaskan standar lingkungan yang tinggi. Dengan demikian, industri tersebut tidak merusak ekosistem lingkungan.
9. Strategi transisi energi harus mempertimbangkan aspek-aspek dari lensa sosial
Pemerintah perlu mempertimbangkan aspek dari lensa sosial dapat seperti sumber daya manusia, kesetaraan gender, inklusi disabilitas dan inklusi sosial. Selain itu, pemerintah perlu mitigasi potensi dampak negatif bagi masyarakat lokal.