Bahlil Terbitkan Permen soal Peta Jalan Transisi Energi, Atur Pensiun Dini PLTU


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM no. 10 tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan. Salah satu yang dimuat dalam Permen tersebut adalah rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Beleid tersebut ditandatangani Bahlil Lahdalia selaku Menteri ESDM pada 10 April 2025 dan diundangkan pada 15 April 2025.
Aturan tersebut menyatakan pelaksanaan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU sedikitnya memperhatikan tujuh kriteria. Kriteria tersebut adalah kapasitas PLTU, usia pembangkit, utilisasi, emisi gas rumah kaca PLTU, nilai tambah ekonomi, ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri, dan ketersediaan dukungan teknologi dalam negeri dan luar negeri.
"Selain kriteria itu, pelaksanaan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU memperhatikan kriteria keandalan sistem ketenagalistrikan, dampak kenaikan biaya pokok penyediaan tenaga listrik terhadap tarif tenaga listrik, serta ketersediaan dukungan teknologi baik dari dalam maupun lura negeri," tulis dokumen tersebut, dikutip Senin (22/4).
Dalam hal terdapat ketersediaan dukungan pendanaan, pelaksanaan pelaksanaan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU harus didahului dengan kajian terlebih daulu yang dilakukan oleh PLN berdasarkan penugasan dari Menteri ESDM. Kajian dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama enam bulan terhitung sejak penugasan dari Menteri ESDM.
"Kajian memuat paling sedikit aspek teknis, aspek hukum, aspek komersial, dan aspek keuangan termasuk sumber pendanaan, serta penerapan prinsip tata kelola yang baik dan prinsip business judgement rules. Dapat juga memanfaatkan berbagai kajian dari lembaga independen sebagai referensi tambahan," tuis aturan tersebut.
Catatan IESR
Menanggapi aturan tersebut, Policy Strategist CERAH, Sartika Nur Shalati, mengatakan kebijakan ini diharapkan dapat menjadi payung hukum dan landasan dalam percepatan pensiun dini PLTU. Dia menilai penerbitan Permen ESDM 10/2025 patut diapresiasi lantaran merupakan langkah maju transisi energi Indonesia.
Namun, dia mengatakan, sejumlah hal masih menjadi catatan dan perlu segera diperbaiki pemerintah. Salah satunya, sebagai peta jalan transisi energi, regulasi ini justru belum merinci total kapasitas dan PLTU mana saja yang akan dipensiunkan lebih cepat.
Dia menyoroti penghentian operasi PLTU yang harus mempertimbangkan keandalan sistem ketenagalistrikan, dampak kenaikan biaya pokok penyediaan tenaga listrik terhadap tarif tenaga listrik, dan penerapan aspek transisi energi berkeadilan.
“Artinya, pensiun dini PLTU bersifat kondisional karena akan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek di atas. Permen ESDM ini seharusnya memuat daftar PLTU yang akan dipensiunkan, mengingat sudah banyak kajian yang dilakukan terkait PLTU yang dapat dipensiunkan lebih awal,” kata Sartika.
Tak hanya itu, ia menilai Permen 10 tahun 2025 ini sejalan dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang memproyeksikan penghentian bertahap (phase down) operasional PLTU. Padahal, saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada November 2024, Presiden Prabowo Subianto menyatakan komitmen penghentian menyeluruh (phase out) PLTU dalam 15 tahun atau pada 2040. Artinya, Permen 10/2025 tidak mencantumkan tenggat waktu kapan seluruh PLTU berhenti beroperasi.