CREA Dorong Penyelarasan RUPTL dengan Potensi EBT dan Target Iklim

Image title
11 September 2025, 19:29
Petugas melakukan perawatan panel surya di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (31/7/2019). Berdasarkan rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) dengan potensi tiga gigawatt untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, PT Peru
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Petugas melakukan perawatan panel surya di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (31/7/2019). Berdasarkan rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) dengan potensi tiga gigawatt untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menargetkan pengembangan lebih dari 1.000 megawatt yang terdiri dari inisiasi swasta dan PLN sendiri.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mendorong agar target RUPTL 2025-2034 diselaraskan dengan potensi energi terbarukan daerah dan target iklim, termasuk target JETP .

Analis CREA, Katherine Hasan mengatakan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 akan memperlambat laju transisi energi Indonesia. Laporan bertajuk “Indonesia’s RUPTL: Fossil First, Renewables Later” menyebut RUPTL terbaru ini memasang target lebih rendah dari rencana sebelumnya. Selain itu, penambahan energi terbarukan juga baru mulai masif setelah 2030. 

“Hal ini berisiko membuat Indonesia tertinggal dalam target energi terbarukan global 11 ribu gigawatt(GW) pada 2030 dan jalur 1,5°C,” tulis laporan tersebut, Kamis (11/9).

Laporan juga mencatat, kapasitas pembangkit listrik dari energi terbarukan yang ditargetkan pada 2030 turun dari 20,9 GW pada RUPTL 2021-2030 menjadi 18,6 GW dalam RUPTL 2025-2034. Sebanyak 17 GW akan ditambahkan hingga 2030 dan 1,6 GW yang terealisasikan hingga April 2025.  

Lebih dari dua pertiga tambahan kapasitas energi terbarukan sesuai RUPTL 2025-2034 baru akan dicapai setelah 2030.  Padahal ini seharusnya menjadi puncak emisi sesuai  komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP). 

“Hal ini menunjukkan keraguan Indonesia untuk mengikuti seruan global melipatgandakan energi terbarukan menjadi 11 ribu GW pada 2030,” imbuhnya.

 Katherine mengatakan CREA juga mendesak adanya revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) 10/2025 untuk mempertegas komitmen percepatan pensiun dini PLTU.  Menurutnya regulasi tersebut perlu diperbaiki agar memberikan kerangka kerja yang lebih jelas dan mengikat dengan kriteria spesifik dan proses penilaian yang transparan dan independen terhadap daftar PLTU, untuk menghindari konflik kepentingan PLN. 

Sementara itu, Direktur Teknologi, Engineering, dan Keberlanjutan PLN Evy Haryadi mengatakan RUPTL kali ini tidak hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan listrik, tetapi juga menciptakan kebutuhan. Selama 10 tahun ke depan, pemerintah menargetkan tambahan kapasitas 69,5 gigawatt (GW). Dari angka tersebut, 76% atau 52,9 GW direncanakan bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) dan teknologi penyimpanan energi.

Angka ini hampir menyamai kapasitas pembangkit listrik yang telah dibangun sejak Indonesia merdeka atau sekitar 75 GW. Kendati terkesan ambisius, rencana RUPTL 2025-2034 dipandang memiliki nilai strategis. Namun, skala ambisi ini menuntut kejelasan arah permintaan. Evy menekankan bahwa pembentukan permintaan menjadi strategi utama, terutama untuk menopang sektor-sektor yang diproyeksikan melonjak tajam konsumsinya.

“Misalnya sektor perikanan di kawasan timur. Dengan menyiapkan cold storage berbasis listrik, otomatis akan memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus kebutuhan energi di sana,” katanya dalam diskusi Sustainability Action for the Future Economy (SAFE) Katadata 2025, Rabu (10/9).

Evy mengatakan PLN mengidentifikasi setidaknya tiga motor pertumbuhan konsumsi listrik dalam dekade mendatang: pendingin ruangan (AC), ekspansi pusat data berbasis artificial intelligence (AI), dan adopsi kendaraan listrik (EV). Faktor-faktor inilah yang diyakini akan menjaga kesinambungan bisnis sekaligus menopang agenda transisi energi.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nuzulia Nur Rahmah

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...