Prabowo Tegaskan Komitmen Iklim di Sidang PBB, IESR Soroti Target Second NDC
Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah mengimplementasikan komitmen Presiden Prabowo Subianto terkait target net zero emission 2060 saat berpidato di Sidang Majelis Umum PBB, Selasa (23/9/2025).
Dalam pidato tersebut, Prabowo menyatakan Indonesia bisa mencapai NZE lebih cepat melalui strategi reforestasi lebih dari 12 juta hektar dan pemanfaatan energi terbarukan. Ia juga menyebut Indonesia siap menciptakan lapangan kerja hijau dan berambisi menjadikan Indonesia sebagai pusat solusi pangan, energi, dan ketahanan air.
Menanggapi pidato Presiden, CEO IESR Fabby Tumiwa mengatakan optimisme Presiden harus tercermin dalam dokumen Second Nationally Determined Contribution (Second NDC) yang saat ini dalam tahap finalisasi. Merujuk hasil konsultasi publik Agustus 2024, IESR menilai target penurunan emisi dalam Second NDC masih kurang ambisius. Target emisi tanpa syarat tercatat lebih rendah 8% dan target bersyarat lebih rendah 9–17% dibanding Enhanced NDC (ENDC), khususnya di luar sektor kehutanan dan lahan (FOLU).
Fabby menekankan selain FOLU, target Second NDC juga perlu berfokus pada peningkatan upaya di sektor energi. Untuk selaras dengan jalur 1,5°C, bauran energi terbarukan harus mencapai 40–45% pada 2030 dan 55% pada 2035.
"Walaupun baru-baru ini Presiden memerintahkan pengembangan 100 GW PLTS dan baterai di masa pemerintahannya, rencana implementasinya belum jelas. Selain itu PP No. 40/2025 tentang Kebijakan Energi Nasional yang baru diundangkan ternyata target bauran di sana masih belum selaras dengan peta jalan 1.5°C," kata Fabby dikutip dari pernyataan resmi, Rabu (24/9).
IESR merekomendasikan beberapa hal untuk meningkatkan ambisi dan kredibilitas target iklim Indonesia. Pertama, mempensiunkan PLTU tua dan tidak efisien sebesar 9 GW hingga 2035, sesuai dengan Perpres 112/2022, Astacita No. 2 tentang ekonomi hijau, dan Permen ESDM 10/2025 tentang peta jalan transisi energi. Rencana ini harus dibarengi dengan pembangunan energi terbarukan hingga 100 GW.
Kedua, mereformasi subsidi bahan bakar fosil untuk mendorong efisiensi energi dan mengurangi impor BBM. Ketiga, mempercepat efisiensi dan konservasi energi melalui standardisasi, sertifikasi, serta kemudahan akses modal, sehingga industri dan bangunan bisa menekan emisi sekaligus menghemat biaya jangka panjang.
Keempat, menindaklanjuti komitmen Global Methane Pledge untuk memangkas emisi metana global sebesar 30 persen pada 2030, yang telah disetujui Presiden Joko Widodo pada 2021.
