Pasokan Tembaga Terimbas Perubahan Iklim, Ancam Industri Semikonduktor Global

Image title
29 September 2025, 12:32
PT Amman Mineral Internasional Tbk misalnya, berhasil bertransformasi menjadi salah satu tambang dengan operasional paling efisien di dunia.
Amman
PT Amman Mineral Internasional Tbk misalnya, berhasil bertransformasi menjadi salah satu tambang dengan operasional paling efisien di dunia.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Laporan terbaru PwC mengungkapkan ancaman serius perubahan iklim terhadap industri semikonduktor global yang bernilai ratusan miliar dolar AS. 

Riset bertajuk “Climate Change Threatens the World’s Most Critical Technology” itu menyoroti pasokan tembaga, bahan baku utama dalam produksi chip, diperkirakan semakin rentan akibat kekeringan ekstrem yang melanda negara-negara pemasok.

Menurut laporan tersebut, sekitar 32% produksi semikonduktor dunia akan bergantung pada pasokan tembaga berisiko pada 2035. Angka ini bahkan bisa meningkat menjadi 58% pada 2050 jika emisi karbon tidak berhasil ditekan. Industri semikonduktor sendiri saat ini bernilai sekitar US$650 miliar dan diproyeksikan melampaui US$1 triliun pada 2030. 

PwC South Korea Global Semiconductors Leader, Glenn Burm menyatakan semikonduktor adalah elemen penting yang tersembunyi dalam teknologi modern, digunakan dalam komputer, ponsel, mobil, hingga mesin cuci. Untuk itu sulit membayangkan perusahaan yang tidak bergantung pada semikonduktor. 

Dia menerangkan bahwa komponen ini menopang keamanan ekonomi, menjadi kunci dalam pengembangan AI, dan sangat penting bagi energi terbarukan.

“Di berbagai belahan dunia, perusahaan mulai beradaptasi dengan meningkatkan produksi air, mendiversifikasi rantai pasok, dan memperkuat ketahanan iklim. Kemajuan sudah terlihat, namun dunia usaha masih bisa dan harus berbuat lebih banyak. Seiring transformasi digital yang didorong oleh AI dan teknologi lainnya, pentingnya menjaga pasokan komoditas kritis akan semakin meningkat,” katanya dikutip dari pernyataan resmi, Senin (29/9).

Saat ini, hanya satu negara pemasok tembaga untuk industri semikonduktor, Chile, yang menghadapi risiko kekeringan ekstrem. Namun, dalam satu dekade ke depan, tambang tembaga di sebagian besar dari 17 negara pemasok semikonduktor diperkirakan akan menghadapi risiko serupa.

Imbasnya, semakin banyak pasokan tembaga yang menjadi tulang punggung produksi semikonduktor akan berada dalam kondisi berisiko. Pada tahun 2035, setidaknya 34% pasokan tembaga di setiap wilayah produksi semikonduktor diproyeksikan akan terancam oleh gangguan kekeringan.

Laporan tersebut menuliskan, dalam skenario emisi tinggi pada tahun 2050, hanya Papua Nugini, Panama, dan Indonesia yang diperkirakan akan bebas dari risiko kekeringan ekstrem. Indonesia menonjol sebagai sumber tembaga yang stabil di masa depan, ketika banyak negara lain menghadapi risiko iklim yang meningkat.

PwC Indonesia Partner and Sustainability Leader, Yuliana Sudjonno mengungkapkan, meski Indonesia diproyeksikan mampu menghindari risiko kekeringan ekstrem hingga tahun 2050, para pemimpin industri tetap harus memetakan dan mengelola seluruh spektrum risiko iklim dalam rantai nilai mereka, mulai dari gangguan pasokan komoditas hingga volatilitas transportasi dan asuransi. 

Ini lantaran Indonesia juga menghadapi ancaman iklim lainnya seperti kenaikan permukaan laut, gelombang panas berkepanjangan, dan kebakaran lahan gambut. 

“Dengan pendekatan holistik dan kolaborasi erat bersama pemasok dan mitra, perusahaan dapat membangun ketahanan iklim yang lebih kuat,” ungkapnya.

Di seluruh rantai nilai, bisnis dinilai perlu memandang gangguan iklim sebagai risiko komersial yang harus dikelola. PwC mengungkapkan beberapa langkah yang sudah dan dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan.

Pertama, penambang tembaga meningkatkan pasokan air dengan berinvestasi pada fasilitas desalinasi, efisiensi penggunaan air, dan daur ulang air. Di Chile, beberapa penambang sudah mulai melindungi operasional mereka dari kekeringan melalui desalinasi.

Kedua, produsen semikonduktor mulai mengakui risiko iklim dan mengambil langkah seperti inovasi material (menggunakan bahan alternatif), peningkatan efisiensi (produksi sirkuit yang lebih ringkas), diversifikasi pemasok, serta penerapan ekonomi sirkular dan daur ulang.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nuzulia Nur Rahmah

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...