Masyarakat Sipil Sayangkan JETP Hanya Mengalir ke Perusahaan Besar

Nadya Zahira
15 Agustus 2023, 19:23
jetp, transisi energi
ANTARA FOTO/Anis Efizudin/aww.
Seorang warga membersihkan permukaan panel surya saat perawatan rutin pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di persawahan desa Sugihmas, Grabag, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (28/6/2022).

Indonesia mendapatkan pendanaan transisi energi melalui Kemitraan Transisi Energi yang Adil atau Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun dari negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG), untuk 3-5 tahun ke depan.

Negara-negara yang tergabung dalam IPG di antaranya Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Norwegia, Italia, serta Inggris dan Irlandia. Kemitraan ini juga termasuk Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) Working Group.

Campaigner 350 Indonesia, Suriadi Darmoko mengatakan dana JETP tersebut akan dialirkan untuk kemandirian energi masyarakat. Oleh karena itu, pendanaan dari JETP seharusnya lebih diprioritaskan untuk komunitas ketimbang pebisnis konglomerat di bidang energi yang perusahaannya sudah terkenal dan ternama.

“Sejak sekretariat JETP diluncurkan, atau bahkan sejak kesepakatan JETP, kami tidak mendengar satu informasi pun dari pemerintah bahwa ada porsi pendanaan dari JETP yang akan diberikan ke komunitas untuk mendukung pembangunan listrik berbasis energi terbarukan,” ujarnya dalam diskusi daring "Kemana Uang JETP Harus Dialirkan?", Selasa (15/8).

Dia mengatakan, informasi yang diberikan oleh pemerintah justru terkait pendanaan untuk pebisnis sukses yang sebenarnya sudah mendapatkan keuntungan dari sektor energi batu bara atau energi fosil. Seharusnya mereka dapat mentransisi bisnisnya ke energi baru terbarukan (EBT) secara mandiri sebagai bagian dari aksi.

“Kami melihat ketika JETP ditandatangani banyak dari mereka yang ingin mentransisi bisnisnya, dan masih akan didukung oleh pendanaan JETP,” kata dia.

Disisi lain, Suriadi mengatakan proyek-proyek hijau skala besar yang dijalankan oleh PLN juga seharusnya tidak mendapatkan pendanaan dari JETP karena perusahaan milik negara tersebut sudah mendapatkan banyak keuntungan besar dari energi fosil.

Untuk itu, dia menuturkan seharusnya PLN juga bisa mentrasisi bisnis EBT nya secara mandiri tanpa dukungan. “Bahkan tidak hanya pensiun dini, tapi juga pensiun sukarela pada pembangkit-pembangkit yang tua dengan tetap memperhatikan aspek-aspek ketenagakerjaan dan pemulihan lingkungan,” kata dia.

Oleh sebab itu, dia menilai bahwa pendanaan JETP harus diprioritaskan untuk komunitas karena pendanaannya sangat terlihat nyata dan jelas.

“Kalau kita lihat selama ini, kita menemukan bahwa kebutuhan-kebutuhan pendanaan komunitas sangat nyata, dan komunitas biasanya hanya mendapatkan hibah pembangkit listrik terbarukan di masa lalu,” ujar Suriadi.

JETP pertama kali diluncurkan pada KTT Perubahan Iklim PBB ke-26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021. Program ini merupakan inisiasi kelompok negara-negara kaya yang tergabung dalam IPG antara lain Inggris, Prancis, Jerman, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa (UE).

Program pendanaan ini untuk membantu negara-negara berkembang meninggalkan energi batu bara. Sekaligus mendorong transisi ke penggunaan teknologi yang lebih rendah karbon.

Indonesia adalah salah satu negara yang berpotensi menerima pendanaan tersebut. Indonesia diperkirakan membutuhkan investasi transisi energi mencapai US$25-30 miliar atau sekitar Rp 393-471 triliun selama delapan tahun ke depan.

Proses negosiasi yang sedang dilakukan Indonesia merupakan bagian dari ekspansi JETP pada 2022. Program ini juga menyasar India, Vietnam, dan Senegal.

Sebelumnya Afrika Selatan telah diumumkan sebagai penerima pertama program ini. Negara tersebut menerima pendanaan awal sebesar US$8,5 miliar melalui berbagai mekanisme, termasuk hibah, pinjaman lunak, investasi, dan instrumen berbagi risiko.

Uni Eropa dalam pernyataannya mengatakan, program JETP untuk Afrika Selatan akan dilakukan dengan pendekatan yang adil. Ini artinya mereka akan memastikan agar orang-orang yang paling terdampak, seperti para pekerja, tidak terlupakan dalam upaya untuk meninggalkan batu bara.

Indonesia juga mengharapkan mekanisme pendanaan yang mirip, yaitu lewat hibah, pinjaman lunak, dan investasi. “Saya yakin melalui program JETP, Indonesia bisa mencapai national determined contributions (NDC) yang lebih ambisius,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti.

Reporter: Nadya Zahira

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...