Peneliti Ungkap Satu Keunggulan EV: Baterainya Bisa Didaur Ulang
Peneliti menilai kendaraan listrik memiliki nilai ekonomis karena komponen penggeraknya bisa didaur ulang. Bahan yang bisa didapatkan kembali adalah nikel, kobalt dan material lainnya.
Peneliti senior International Council on Clean Transportation (ICCT), Georg Bieker mengatakan bahan baku hasil daur ulang tersebut dapat digunakan lagi untuk membuat baterai lainnya. Oleh sebab itu, EV disebut memiliki suatu siklus hidup yang lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan ICE.
"Jadi dapat menggunakan kembali material-material itu untuk pabrikan baru," kata saat Workshop “Course to Zero (Emissions)” yang digelar Katadata.co.id, di Jakarta, Rabu (28/2).
Bieker mengatakan kendaraan listrik memiliki jangkauan tempuh lebih terbatas dibandingkan kendaraan berbasis mesin pembakar bahan bakar minyak (BBM). Meski demikian, usia pakai kendaraan listrik bisa lebih lama dan awet.
Ia mengatakan usia kendaraan listrik bisa mencapai 18 sampai 20 tahun. Sedangkan usia pakai baterai yang berkisar 3.000 sampai 5.000 kali pengisian daya. Peneliti senior ICCT, Georg Bieker mengatakan dari data tersebut EV memiliki jangkauan tempuh mencapai 1 juta kilometer.
Meski demikian, lanjutnya, EV memiliki usia pakai yang jauh lebih lama. Hal itu dikarenakan bagian-bagian komponen penggerak yang digunakan kendaraan listrik lebih sederhana daripada kendaraan ICE.
Pemerintah Dorong Produsen Bangun Pabrik
Sedangkan Pemerintah mendorong produsen kendaraan listrik atau electric vehicles untuk membangun pabrik di Indonesia dengan memberikan insentif.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin mengatakan pembangunan pabrik mobil listrik akan tetap menguntungkan Indonesia, terlepas apakah mereka menggunakan baterai berbahan nikel maupun tidak.
Sebagai informasi, sebagian besar kendaraan listrik yang ada di Indonesia menggunakan baterai baterai LFP atau lithium ferophosphate yang tidak menggunakan nikel. Kendaraan listrik yang menggunakan baterai LFP misalnya BYD dan Wuling.
Rachmat mengatakan, baterai nickel-manganese-cobalt atau NMC memiliki keunggulan karena lebih padat. Dengan demikian, baterai akan lebih ringan dan cepat saat ditambah daya atau charge. "Dengan dimensi dan berat yg sama, dia lebih banyak minum listrik, dan stabil," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Sementara baterai LFP memiliki keunggulan karena materinya lebih banyak tersedia di mana-mana. Namun, biasanya baterai LFP lebih cepat hilang energinya di tempat dingin.
"Kalau di Indonesia itu untung, bisa pakai (baterai kendaraan listrik) apa aja sebenarnya," kata Rachmat.