OJK Siapkan 3 Kebijakan untuk Pembiayaan Dekarbonisasi Industri Nikel
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengeluarkan tiga kebijakan untuk mendanai dekarbonisasi di industri nikel. Hal ini disampaikan dalam acara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas bertajuk Kick Off Penyusunan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel.
“Kebijakan Keuangan Berkelanjutan memilki peran yang penting dalam menyelaraskan aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial termasuk untuk pertumbuhan industri nikel yang berkelanjutan,” kata Kepala Departemen Surveillance dan Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi OJK, Henry Rialdi, dalam paparannya, dikutip Kamis (4/4).
Tiga kebijakan ini antara lain Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia atau TKBI, Bursa Karbon Indonesia, dan pembiayaan transisi atau transition finance berupa obligasi.
TKBI Cegah Greenwashing
TKBI adalah pengelompokan aktivitas ekonomi yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Dengan adanya klasifikasi ini, OJK berharap bisa meminimalkan greenwashing, social washing, dan impact washing.
Nantinya, alokasi pembiayaan pun bisa meningkat dan pada akhirnya mendukung pencapaian target Net Zero Emission Indonesia.
Taksonomi ini membagi aktivitas ekonomi ke dalam tiga klasifikasi: hijau, transisi, dan tidak memenuhi klasifikikasi. Aktivitas disebut hijau bila tidak menyebabkan kerusakan bagi aktivitas ekonomi lainnya. Bila menyebabkan kerusakan, akan melakukan perbaikan.
Aktivitas ekonomi masuk dalam kategori transisi bila belum sejalan dengan komitmen menjaga kenaikan suhu global namun memfasilitasi pengurangan emisi yang signifikan. Bila sebuah aktivitas ekonomi sudah tercantum dalam TKBI tapi tidak memenuhi dua persyaratan sebelumnya, ia dinilai tidak memenuhi klasifikasi.
Kebijakan kedua yaitu pembiayaan transisi yang juga menggunakan TKBI. Pembiayaan ini diberikan berupa investasi, pembiayaan, asuransi, serta produk dan layanan terkait yang diperlukan untuk mendukung transisi ekonomi. Pengaturan terkait instrumen pembiayaan ini ada dalam POJK 18 tahun 2023.
Bursa Karbon Indonesia
Sementara itu, kebijakan ketiga adalah Bursa Karbon Indonesia yang sudah diluncurkan pada 26 September 2023 lalu. Industri bisa membeli Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Karbon.
Setiap 1 unit SPE-GRK mewakili pencapaian perusahaan dalam mengurangi atau menyerap emisi gas rumah kaca sebesar 1 ton ekuivalen karbon dioksida (CO2e).
Saat ini, perusahaan yang memiliki SPE-GRK hanya PT PJB UP Muara Karang, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, dan PT UPC Sidrap Bayu Energi.
OJK mencatat ada kenaikan baik dari volume dan nilai unit karbon yang diperdagangakan di Bursa Karbon. Pada awal pembukaan, nilai karbonnya Rp 29,2 juta dan tumbuh menjadi Rp 31,3 juta pada 8 Maret 2024. Begitu juga dengan volumenya meningkat dari 459,9 ribu ton CO2e menjadi 501,9 ribu ton CO2e.
“Ada kenaikan 7,38% di nilai karbon dan 9,13% di volume unit karbonnya,” kata Henry.