Blackrock: Kekurangan Investasi Transisi Energi Dunia Rp32.000 T/Tahun

Happy Fajrian
25 April 2024, 18:11
Blackrock, transisi energi,
123rf
BlackRock menyebut dunia kekurangan investasi sebesar US$ 2 triliun per tahun untuk transisi energi.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Perusahaan manajer investasi global, BlackRock, menyebutkan bahwa ada kekurangan dalam pendanaan untuk transisi energi global sebesar US$ 2 triliun per tahun, atau lebih dari Rp 32.000 triliun (Rp 32 kuadriliun).

Mereka memperingatkan bahwa dunia harus meningkatkan investasi untuk upaya meninggalkan penggunaan bahan bakar fosil hampir dua kali lipat dari tingkat rekor tertingginya saat ini.

“Namun kecil kemungkinan hal ini akan terjadi,” kata BlackRock dalam laporan Investment Institute Transition Scenario (IITS) terbarunya, seperti dikutip dari CNBC.com pada Kamis (25/4).

Dalam laporan tersebut, BlackRock mengatakan bahwa transisi energi membutuhkan lebih banyak dana baik dari sumber-sumber publik maupun swasta, dan juga dibutuhkan keselarasan antara tindakan pemerintah, perusahaan, dan kemitraan dengan masyarakat.

BlackRock menyebutkan angka US$ 4 triliun atau lebih dari Rp 64 kuadriliun sebagai jumlah yang diperlukan untuk diinvestasikan dalam transisi setiap tahun pada bulan Desember 2023 ketika merilis IITS yang asli.

Jumlah tersebut dua kali lipat dari perkiraan investasi sebelumnya. Yang membuatnya lebih mengesankan adalah fakta bahwa rekor investasi transisi tahun lalu mencapai kurang dari setengahnya, yaitu US$ 1,8 triliun.

Harapannya kecil bahwa hal ini akan berubah, setidaknya ke arah yang positif. Ketika semakin banyak analis memperingatkan mengenai dampak suku bunga yang lebih tinggi terhadap industri-industri yang sedang dalam masa transisi. Sementara itu para investor juga mulai berpaling dan kembali ke sektor minyak dan gas.

Bulan lalu, wakil presiden eksplorasi dan produksi internasional Equinor Philippe Mathieu mengatakan sentimen investor terhadap industri minyak dan gas telah sepenuhnya berubah dari beberapa tahun lalu.

Berbicara di CERAWeek, Mathieu mengatakan bahwa “meskipun transisi masih menjadi prioritas, keamanan energi juga menjadi prioritas setelah pandemi dan perang di Ukraina.”

“Sementara itu investor berbondong-bondong memilih saham-saham energi untuk melindungi diri mereka dari inflasi dan mengambil keuntungan dari harga minyak yang lebih tinggi,” kata manajer portofolio dari Wealth Enhancement Group.

Situasinya sangat berbeda dengan perusahaan transisi. Banyak dari mereka yang berjuang untuk tetap bertahan di tengah tingkat suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama meskipun ada bantuan dari pemerintah.

Banyak yang gulung tikar atau, dalam kasus perusahaan-perusahaan Eropa, pindah ke AS di mana mereka bisa mendapatkan bantuan pemerintah yang lebih besar.

Menghasilkan keuntungan telah menjadi tantangan besar, dan investor tidak tinggal diam untuk mencari tahu apakah pengembang pembangkit listrik tenaga angin dan surya dapat mengatasinya.

“Hal ini membuat upaya untuk mengisi kesenjangan tahunan sebesar US$ 2 triliun juga menjadi sebuah tantangan, terutama karena hampir dua pertiga dari dana yang dibutuhkan, setidaknya di negara berkembang, harus berasal dari sektor swasta,” kata Head of Alternatives Strategy & Capital Markets in Asia-Pacific BlackRock, Michael Dennis.

“Dananya, ada, tapi perlu dimobilisasi dan ini hanya bisa terjadi jika ada bantuan pemerintah,” ujarnya menambahkan.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...