SVLK, Jaminan Legalitas dan Kelestarian Hasil Hutan Indonesia

Image title
16 Maret 2023, 16:46
Pekerja mengangkut kayu gelondongan di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Banjar Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis, Kota Banjar, Jawa Barat, Senin (13/7/2020). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyiapkan sejumlah ter
ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/agr/wsj.
Pekerja mengangkut kayu gelondongan di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Banjar Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis, Kota Banjar, Jawa Barat, Senin (13/7/2020). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyiapkan sejumlah terobosan salah satunya mendorong ekspor produk hasil hutan dengan menganalisis regulasi terkait Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan kemudahan investasi pemanfaatan hutan produksi.

Penilaian dalam aspek prasyarat mencakup kepastian kawasan yang dikelola pemegang izin, komitmen pemegang izin hingga persetujuan dari masyarakat setempat tanpa paksaan untuk menghindari konflik akibat aktivitas perusahaan. Penilaian dalam aspek produksi mencakup penataan areal kerja jangka panjang, penerapan teknologi ramah lingkungan, jaminan kelestarian fungsi hutan lindung, hingga kemampuan finansial perusahaan.

Sementara itu, indikator dalam aspek ekologi mencakup komitmen penjagaan fungsi hutan lindung, perlindungan dan pengamanan hutan, mitigasi dampak lingkungan akibat aktivitas pemanfaatan hutan, hingga komitmen perlindungan terhadap keanekaragaman hayati hutan. Dalam aspek sosial, indikator penilaian mencakup kejelasan tata batas arealkerja dengan wilayah penguasaan lahan oleh masyarakat setempat, mitigasi konflik sosial, dan ketersediaan distribusi manfaat untuk masyarakat.

Penilaian atau audit terhadap pemegang izin dilakukan oleh Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen yang terdaftar di Komite Akreditasi Nasional. Hasil penilaian dikategorikan dengan predikat baik, sedang, dan buruk. Hanya pemegang izin yang mendapatkan predikat baik dan sedang yang dapat diberikan sertifikat S-PHL.

Untuk menjaga kredibilitas SVLK, pemantau independen berperan dalam memantau kerja-kerja pemegang izin dari hulu hingga hilir. Salah satunya lewat pembuktian kesesuaian penilaian yang diperoleh pemegang izin dengan kondisi sebenarnya di lapangan.

Apabila pemantau independen menemukan adanya pelanggaran dari keempat aspek, lembaga penilai akan melakukan audit khusus. Temuan dari audit khusus ini akan menentukan keberlanjutan S-PHL atau S-Legalitas yang dimiliki oleh pemegang izin.

Perjalanan SVLK

SVLK sebagai sistem yang memastikan keabsahan dan kelestarian kayu serta hasil hutan lainnya dikembangkan sejak 2003. Sistem ini mulai diimplementasikan sejak September 2010 setelah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kehutanan P.38/MENHUT-II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.

Sejak saat itu, SVLK menjadi sistem mandatory atau wajib ditempuh sebelum produk kayu diperdagangkan. Produsen atau pemegang izin berusaha pemanfaatan hutan wajib melaksanakan sertifikasi dan verifikasi sesuai ketentuan SVLK. Jika tidak, aktivitasnya di dalam hutan dan produk yang dihasilkan dinyatakan ilegal.

Sistem ini mulai diberlakukan secara penuh pada skema Forest Law Enforcement, Governance and Trade-Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) pada April 2016 silam. FLEGT-VPA merupakan lisensi Uni Eropa yang bertujuan memberantas illegal logging dengan memperkuat tata kelola hutan lestari dan mempromosikan perdagangan kayu legal. Implementasinya dipayungi oleh perjanjian bilateral antara negara produsen seperti Indonesia, dengan Uni Eropa.

Hingga saat ini, Indonesia menjadi satu-satunya negara produsen yang berhasil mengantongi lisensi FLEGT melalui pelaksanaan sistem SVLK. Artinya, produk yang telah mengantongi SVLK tidak perlu diuji pemeriksaan legalitas asal-usulnya untuk masuk ke negara-negara Uni Eropa karena telah dianggap legal.

Sejak diimplementasikan pada 2010, peraturan terkait dengan SVLK telah mengalami sembilan kali perubahan. Agus Justianto mengatakan peraturan mengenai SVLK akan terus diperbarui untuk meningkatkan tata kelola hutan lestari.

Salah satu peningkatan dalam perubahan terakhir adalah diakomodirnya hasil hutan bukan kayu dalam penilaian SVLK seperti madu, rotan, damar, kopi, dan bambu. Penilaian ini akan memastikan produk hutan non-kayu yang beredar di pasar nasional dan global, telah terbebas dari risiko pengelolaan hutan yang tidak lestari.

Implementasi SVLK selama enam tahun terakhir diklaim mendongkrak ekspor hasil hutan kayu. Adapun nilai ekspor pada 2021 mencapai US$13,56 miliar, dan  meningkat pada 2022 mencapai US$14,51 miliar. Nilai ini diklaim tertinggi sepanjang lima tahun terakhir. 

Halaman:
Reporter: Dini Pramita
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...