Mengenal Sistem Pemilu Proporsional Tertutup dan Sejarah Kelamnya

Dzulfiqar Fathur Rahman
29 Mei 2023, 15:15
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) menyimak keterangan saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang gugatan UU Pemilu terkait sistem pemilu proporsional terbuka dengan nomor perkara 114/PUU-X
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) menyimak keterangan saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang gugatan UU Pemilu terkait sistem pemilu proporsional terbuka dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 di Gedung MK, Jakarta, pada Selasa (23/5/2023).

Pakar hukum tata negara Denny Indrayana mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengembalikan sistem proporsional tertutup untuk pemilihan umum atau Pemilu 2024. Sistem yang berlaku pada Orde Baru ini telah meninggalkan pengalaman pahit bagi masyarakat.

Dalam cuitan di akun Twitter-nya, Denny menulis, hanya tiga dari sembilan hakim konstitusi yang menentang atau beropini berbeda (dissenting) terhadap putusan yang akan mengubah pemilihan legislatif (Pileg) mendatang itu.

Eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) itu mengaku memperoleh “informasi penting” ini dari orang yang sangat ia percaya. Namun, sumbernya bukan hakim konstitusi.

“Maka, kita kembali ke sistem pemilu (Orde Baru): (otoriter) dan koruptif,” tulis mantan guru besar hukum tata negara di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, itu pada Minggu (28/5).

Putusan MK tersebut selaras dengan serangkaian narasi terkait sistem proporsional tertutup yang telah muncul menjelang Pemilu 2024. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari, misalnya, sempat mengemukakan kemungkinan perubahan ke sistem proporsional tertutup pada Desember lalu. Ia kemudian memperoleh sanksi peringatan keras.

Simulasi Pemilu 2019
Simulasi Pemilu 2019 (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)

Sejarah Kelam Pemilihan Proporsional Tertutup

Sistem proporsional daftar tertutup (closed-list) merupakan salah satu varian utama dari sistem pemilihan proporsional. Sistem ini tidak memungkinkan pemilih untuk menentukan calon anggota legislatif yang akan mewakili mereka. Dengan kata lain, pemilih hanya mencoblos partai politik, bukan kandidat.

Partai politik telah menetapkan para calon anggota legislatif yang akan memperoleh kursi. Dalam sistem ini, nomor urut kandidat biasanya menentukan apakah ia akan memperoleh kursi tersebut.

Indonesia menerapkan sistem proporsional daftar tertutup sepenuhnya hingga 1999. Ini merupakan tahun pertama proses demokratisasi pasca-Orde Baru.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memenangkan kira-kira satu pertiga suara, sehingga memperoleh 153 kursi. Secara keseluruhan, 48 partai politik memperebutkan 462 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

INFOGRAFIK - Pilih Pemilu Proporsional Tertutup atau Terbuka?
INFOGRAFIK - Pilih Pemilu Proporsional Tertutup atau Terbuka? (Katadata/Amosella)

Pakar hukum tata negara Khairul Fahmi menyebut sistem pemilihan tersebut bermuara ke anggota legislatif yang lebih mewakili kepentingan elite partai politik daripada rakyat yang diwakilkan selama Orde Baru.

Sistem proporsional tertutup lalu ditinggalkan. Para legislator memutuskan untuk mengubah ke sistem proporsional daftar terbuka (open-list) mulai 2004. Pada 2004, pemilu mulai melalui proses transisi dengan mengadopsi sistem yang bersifat semi tertutup.

Penerapan sistem proporsional terbuka mulai berjalan pada Pemilu 2009. Untuk pertama kalinya, calon anggota memiliki insentif untuk mengejar perolehan suara pribadi.

Dalam pemilihan tersebut, terdapat 38 partai politik yang berpartisipasi untuk memperebutkan 560 kursi. Partai Demokrat memenangkan 20,8% pangsa suara dan memperoleh 148 kursi. Sistem proporsional daftar terbuka, tulis Mahkamah Konstitusi, “memberikan kebebasan kepada rakyat” untuk menentukan kandidat yang akan mewakili mereka di parlemen.

Pendaftaran Bacaleg di Kantor KPU Banten
Pendaftaran Bacaleg di Kantor KPU Banten (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/aww.)

Politik Uang dan Kandidat Dengan Rekam Jejak Bermasalah

Organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW) menulis, mengembalikan sistem proporsional daftar tertutup hanya akan memindahkan lokasi politik uang, bukan menghilangkannya. Lokasinya bergeser dari interaksi kandidat-pemilih ke interaksi kandidat-partai politik.

Penghapusan sistem proporsional daftar terbuka akan membuka kemungkinan terjadinya nepotisme di dalam partai politik. Ini menimbulkan kemungkinan calon anggota yang memiliki kedekatan dengan petinggi partai politik lebih mudah untuk mendapat nomor urut tertentu.

Menurut ICW, partai politik sulit dipercaya untuk menyaring kandidat dengan baik. Dalam pemilu 2019, misalnya, secara keseluruhan partai politik mengusung 72 calon anggota legislatif yang merupakan mantan narapidana korupsi.

Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman
Editor: Sorta Tobing

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...