6 Perbedaan Bangkrut dan Pailit dari Berbagai Aspek
Dalam menjalankan perusahaan, banyak perusahaan sebisa mungkin menghindari bangkrut dan pailit yang merupakan kegagalan bisnis. Meskipun kedua istilah ini sama-sama menggambarkan kegagalan bisnis, namun keduanya memiliki perbedaan.
Lantas, apa saja perbedaan bangkrut dan pailit? Berikut ini penjelasan lengkapnya.
Perbedaan Bangkrut dan Pailit
Berikut ini enam perbedaan bangkrut dan pailit yang bisa dilihat dari berbagai aspek.
1. Pengertian Bangkrut dan Pailit
Aspek pertama yang bisa dilihat untuk memahami perbedaan bangkrut dan pailit adalah dari segi pengertiannya.
Dilansir dari KBBI, bangkrut bisa didefinisikan sebagai kondisi perusahaan, toko, atau bisnis yang menderita kerugian besar sehingga harus jatuh atau gulung tikar.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebuah perusahaan, toko, atau bisnis dinyatakan bangkrut bila menderita kerugian. Atau dengan kata lain, kerugian merupakan faktor utama yang menyebabkan suatu perusahaan dapat menjadi bangkrut.
Sedangkan pailit adalah sebuah situasi dimana pihak debitur tidak bisa atau kesulitan untuk membayar hutang atau uang pinjaman dari kreditur atau pemberi pinjaman uang, dan pengadilan menyatakan pailit.
2. Faktor Penyebab
Perbedaan bangkrut dan pailit juga bisa dilihat melalui faktor penyebabnya.
Kebangkrutan dapat terjadi karena disebabkan oleh dua faktor, antara lain:
Faktor Internal
Kebangkrutan karena faktor internal dapat terjadi karena terjadinya kesalahan dalam pengurusan yang dilakukan oleh direksi dan manajemen atau terjadinya mismanagement.
Faktor Eksternal
Menurut Putusan MK di perkara Nomor 18/PUU-VI/2008, kebangkrutan karena faktor eksternal dapat terjadi karena terjadi perubahan di lingkungan bisnis atau diluar kewenangan perusahaan. Seperti kebijakan IMF pada tahun 1998 yang mendorong Pemerintah untuk menutup sejumlah bank di Indonesia yang juga mempunyai dampak kepada pengusaha-pengusaha maupun buruh.
Sementara itu, suatu perusahaan baru dianggap pailit jika perusahaan (Debitor) telah memenuhi syarat-syarat pailit sebagai berikut (Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan):
- Mempunyai dua atau lebih kreditor.
- Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
- Dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.
Berdasarkan dari ketentuan persyaratan pailit tersebut, suatu perusahaan baru dianggap pailit jika telah ada putusan Pengadilan Niaga. Permohonan pailit dapat dilakukan oleh debitor sendiri maupun satu atau lebih kreditor.
3. Kondisi Keuangan
Perbedaan berikutnya yang bisa dilihat yaitu dari segi keuangannya. Perusahaan bisa dikatakan bangkrut bila tidak menghasilkan pendapatan sekaligus tidak lagi dapat beroperasi seperti biasa.
Perusahaan yang mengalami kebangkrutan akan selalu memiliki kondisi keuangan yang buruk. Perusahaan ini mengalami kerugian yang sangat besar sehingga untuk menjalankan operasional pun tidak sanggup.
Hal ini dikarenakan cash flow tidak bisa mendukung operasional atau keuangan mengalami defisit yang sangat parah, maka manajemen perusahaan tidak mampu lagi untuk menjalani bisnisnya.
Sementara itu, erusahaan yang mengalami pailit memang sedang mengalami kerugian. Namun, perusahaan masih bisa beroperasi karena kondisi keuangannya masih cenderung baik dan mampu menghasilkan keuntungan bisnis.
Hal ini dikarenakan perusahaan dapat dinyatakan pailit berdasarkan keputusan dari Pengadilan Niaga, bukan dilihat dari kondisi keuangan di dalamnya. Namun, perusahaan yang pailit bisa saja berujung pada kebangkrutan karena aset milik perusahaan yang tidak mampu untuk membayar kewajiban atau hutang kepada kreditor.
4. Status Hukum
Perbedaan berikutnya juga bisa dilihat dari status hukumnya. Jika pengadilan pengadilan memutuskan sebuah perusahaan berstatus bangkrut, perusahaan tidak boleh beroperasi lagi dan harus menjual seluruh aset untuk melunasi utang.
Sementara itu, operasional perusahaan yang sedang pailit maupun bangkrut sangat bergantung pada keputusan oleh pengadilan. Perusahaan pailit masih mempunyai peluang untuk mengangsur utang kepada kreditur dengan syarat-syarat tertentu.
5. Indikator Bangkrut dan Pailit
Untuk menyatakan sebuah perusahaan mengalami kebangkrutan atau dinyatakan pailit, ada beberapa indikator yang digunakan.
Berikut indikator perusahaan yang bangkrut:
- Penurunan volume penjualan karena adanya perubahan selera ataupermintaan konsumen.
- Kenaikan biaya produksi.
- Tingkat persiangan yang semakin ketat.
- Kegagalan melakukan ekspansi.
- Ketidakefektifan dalam melaksanakan fungsi pengumpulan piutang.
- Kurang adanya dukungan atau fasilitas perbankan (kredit).
- Tingginya tingkat ketergantungan terhadap piutang.
- Penurunan dividen kepada pemegang saham.
- Terjadinya penurunan laba yang terus menerus, bahkan sampai terjadinya
kerugian. - Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha.
- Terjadinya pemecatan pegawai.
- Pengunduran diri eksekutif puncak.
- Harga saham yang turun terus menerus di pasar modal.
Sedangkan perusahaan yang dinyatakan pailit dapat dilihat dari beberapa indikator di bawah ini:
- Adanya utang.
- Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo dan dapat
ditagih. - Adanya debitor dan kreditor.
- Kreditor terdiri dari lebih dari satu.
- Pihak pernyataan pailit dilakukan oleh Pengadilan Niaga.
- Permohonan pernyataan pailit dilakukan oleh pihak yang berwenang, yaitu:
- Debitor.
- Satu atau lebih kreditor.
- Jaksa untuk kepentingan umum.
- Bank Indonesia jika debitornya bank.
- Bapepam, jika debitornya perusahaan efek.
6. Penyelesaian
Aspek terakhir bisa dilihat dari cara penyelesaiannya, di mana ketika perusahaan bangkrut, pemilik usaha harus menerimanya dengan lapang dada, menganalisis kesalahan, dan berusaha untuk ‘menghidupkan kembali’ bisnisnya.
Sementara, pada perusahaan yang telah dinyatakan pailit, pihak kurator akan menghitung seluruh utang usaha dengan memanggil/mendatangkan para kreditur untuk pencocokan hutang. Setelah itu, perusahaan dapat dilelang atau pihak debitur/perusahaan bisa mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.
Menurut Pasal 222 UU Kepailitan jo. Pasal 228 ayat [5] UU Kepailitan, debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah
jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.