Jalan Panjang Bisnis Sepatu Bata, dari Era Kolonial ke Pasar Digital
Tahun ini tepat sembilan dekade produsen alas kaki PT Sepatu Bata Tbk alias Bata ada di Tanah Air. Anggota dari Bata Shoe Organization (BSO) ini ternyata tidak lahir dari tangan anak bangsa Indonesia, melainkan muncul di Zlin, sebuah kota yang jauh di Ceko, Eropa.
Perjalanan bisnis perusahaan ini cukup panjang. Strateginya untuk tetap bertahan di pasar Indonesia pun beragam. Berawal dari perusahaan importir sepatu, produsen alas kaki, ekspansi gerai di seluruh Indonesia, hingga menjajaki penjualan online dengan meluncurkan webstore sendiri.
Dilansir dari keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan dengan kode saham BATA tersebut mendirikan anak perusahaan bernama PT Sepatu Bata Online yang bergerak di bidang perdagangan eceran melalui media. Dengan begitu, produk-produk BATA baik komoditi tekstil, pakaian, alas kaki dan barang keperluan pribadi dijajakan lewat portal web atau platform digital.
“PT Sepatu Bata Online sampai saat ini mulai beroperasi secara parsial,” kata Corporate Secretary BATA Theodorus Warlando, Kamis (30/9) lalu.
Dalam paparan publik 16 Juni 2021, manajemen BATA menjelaskan masih memiliki 460 toko yang tersebar di seluruh Indonesia. Meskipun begitu, tahun lalu, perusahaan telah menutup permanen 50 gerainya lantaran tidak memberikan keuntungan. “Fokus kami tidak ke arah pembukaan toko, melainkan ke arah digital business,” ujar manajemen.
Tahun ini, perusahaan memasang target ambisius untuk penjualan e-commerce hingga dua digit di semester kedua. Strateginya, perusahaan mengandalkan penjualan lewat channel webstore (Bata.id) dan beberapa platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, JD.id, Bukalapak, Blibli, Zilingo, dan Zalora.
Tak hanya itu, Bata meluncurkan program chatshop agar pelanggan bisa memesan melalui pesan singkat alias chat WhatsApp. Konsumen juga bisa bergabung dalam Bata Club Member secara online dan gratis. Nantinya, pelanggan Bata dapat menerapkan sistem belanja paperless (tanpa kartu dan kertas), untuk mendapatkan berbagai macam keuntungan seperti voucher dan poin belanja.
Sepatu Bata Bertumbuh di Tengah Pandemi
Sepanjang periode Januari-Juni 2021, perusahaan dengan kode saham BATA membukukan pertumbuhan penjualan bersih 2,74 % menjadi Rp 237,26 miliar. Angka tersebut lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp 230,93 miliar.
Mengutip laporan keuangan resmi BATA, hingga Juni 2021 penjualan terbanyak masih berasal dari domestik sekitar 99,8 %. Sedangkan aktivitas ekspor hanya berkontribusi 0,2 % terhadap total pendapatan perusahaan dalam enam bulan pertama tahun ini.
Berdasarkan komposisi segmen usaha, bisnis retail alias eceran berkontribusi 93,53 % terhadap total pendapatan per Juni 2021, dengan nilai mencapai Rp 221,9 miliar. Disusul kinerja segmen perdagangan elektronik atau e-commerce sekitar 5,23 %, yakni Rp 12,42 miliar.
Berkat penjualan positif, emiten ini berhasil menekan rugi perusahaan dari Rp 87,31 miliar di tahun lalu menjadi Rp 38,14 miliar per Juni 2021. Total liabilitas perusahaan juga turun menjadi Rp 210 miliar per Juni 2021, dibandingkan catatan Desember 2020 sebesar Rp 297,38 miliar. Adapun total ekuitas BATA per Juni 2021 tercatat Rp 443,97 miliar, lebih rendah dari pisisi Desember 2020 senilai Rp 477,94 miliar.
Laman Databoks mencatat sebanyak 88,1% pengguna internet di Indonesia memakai layanan e-commerce untuk membeli produk tertentu, dalam beberapa bulan terakhir. Persentase tersebut merupakan yang tertinggi di dunia dalam hasil survei We Are Social pada April 2021.
Melansir RTI, saham BATA sudah melantai di bursa Indonesia sejak 24 Maret 1982. Sebanyak 1,2 juta lembar saham ditebar melalui skema initial public offering (IPO). Adapun harga penawaran saat itu adalah Rp 1.275 per saham.
Sepanjang 2021, saham BATA sudah naik 10,24%. Meskipun begitu, lebih dari sepekan terakhir nilai sahamnya cenderung stagnan di level Rp 700 per lembar. Adapun komposisi kepemilikan saham terbanyak dikuasai perusahaan Nederland, BAFIN yakni 1,06 miliar lembar atau setara 82 %. Sedangkan kepemilikan saham publik per Agustus 2021 mencapai 168,2 juta lembar saham atau sekitar 12,94% dari total saham perusahaan.
Saat ini, BATA menaungi beberapa merek seperti Bata, North Star, Marie Claire, Bubblegummers, dan Weinbrenners juga Bata Industrials.
Sepatu Bata dan Soekarno
Bata alias T&A Bata Shoe Company merupakan perusahaan keluarga yang didirikan pada 1894 oleh Tomas, Anna, dan Antonin Bata, sebagaimana dilansir dari Thebatacompany.com. Produk BATA sudah tersebar di 70 negara dan sekitar 5.000 toko ritel internasional.
Toko Bata pertama dibuka di Zlin, Ceko pada 1899. Seiring waktu, produksi alas kaki perusahaan Bata bersaudara tersebut bertumbuh hingga 2.200 pasang dan membuat Bata menjadi produsen alas kaki terbesar di Eropa pada 1905.
Sepanjang periode 1960 hingga 1970 Bata terus beradaptasi. Dilansir dari lama Bataindustrials.co.id disebutkan kalau Bata menjadi bisnis pertama yang menggunakan papan reklame besar dalam mempromosikan produknya.
Jika Anda pernah menemukan harga produk Bata dibanderol dengan harga Rp 99.999, Rp 49.999 dan harga lainnya berakhiran angka 9, rupanya strategi tersebut sudah berlangsung lebih dari 5 dekade. Bata diketahui mulai memasang iklan di majalah dan menginisiasi strategi penawaran harga produk berakhiran dengan angka 9 sejak 1960-1970-an.
Di Indonesia, Bata masuk semasa kolonial pada 1931 sebagai perusahaan importir sepatu. Kemudian, pada 1940 perusahaan memulai produksi di Tanah Air dengan pabrik pertamanya di Kalibata, Jakarta Selatan. Pengoperasian penjualan sepatu dijalankan PT Sepatu Bata Tbk.
Pasca-perang Dunia II, setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pabrik Bata di Indonesia sempat menjadi sasaran “ambil-alih” pihak Republik dalam revolusi 1945. Menurut catatan Abdul Haris Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Volume 1 (1978) dilansir dari Tirto, pabrik sepatu Bata di Kalibata berhasil dijadikan milik Republik.
Tak hanya membuat sepatu berbahan kulit atau desain formal, pasca 1945 Bata melebarkan bisnisnya dengan memproduksi sepatu olah raga. Bahkan, sepatu produksi Bata bersaudara tersebut juga dikenakan Bapak Proklamator Indonesia, Soekarno.
Menurut catatan Maulwi Saelan dalam bukunya Dari Revolusi '45 sampai Kudeta '66: kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa (2001) yang dilansir dari Tirto, Presiden pertama Indonesia tersebut memiliki tiga pasang sepatu olahraga Bata.
Bisnis terus bertumbuh, pada 1994 Bata berhasil membangun pabrik di Purwakarta. Selanjutnya, pada 2004 perusahaan berhasil mendapatkan izin untuk mengimpor dan mendistribusikan barang yang diimpor ke Tanah Air. Pada tahun yang sama, Bata Industrials berinvestasi dalam otomasi dan robotisasi tahap lanjutan pada mesin-mesin dan peralatan serta jalur produksi di seluruh dunia.