Sejarah Berdirinya Organisasi Perdagangan Dunia Alias WTO
World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan organisasi internasional yang mengatur perdagangan antar negara di dunia. Organisasi ini berperan untuk memastikan arus perdagangan global berjalan lancar dan menerapkan aturan perdagangan yang disepakati secara bersama.
WTO berjalan berdasarkan serangkaian perjanjian yang telah dinegosiasikan dan disepakati mayoritas negara di dunia. Tujuan perjanjian-perjanjian WTO ini untuk membantu produsen barang jasa serta eksportir dan importir dalam melakukan kegiatannya.
Pengambilan keputusan di WTO umumnya dilakukan berdasarkan konsensus oleh seluruh negara anggota. Artinya, kesepakatan yang diambil harus disetujui setiap negara anggota. Jika ada satu negara yang tidak setuju, maka kesepakatan tidak bisa diambil.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo mengambil kebijakan untuk menghentikan ekspor bijih nikel ke Uni Eropa sejak tahun 2020 hingga sekarang. Kebijakan tersebut diambil dengan mempertimbangkan bahwa nilai ekspor akan lebih menguntungkan apabila bijih nikel diubah menjadi komoditas yang lebih bernilai.
Kebijakan larangan ekspor bijih nikel tersebut mendapat protes keras dari Uni Eropa dengan menggugat Indonesia melalui WTO pada awal tahun 2021. Indonesia pun kalah atas gugatan larangan ekspor nikel tersebut.
Meski demikian, Presiden Joko Widodo akan melakukan banding WTO untuk memperjuangkan kebijakan larangan ekspor nikel. "Kebijakan larangan ekspor bijih nikel dibawa ke WTO kita kalah, nggak apa-apa. Saya sampaikan ke menteri, banding," kata Presiden.
Awal mula berdirinya WTO
Mengutip laman resmi resmi Kementerian Perdagangan, WTO terbentuk pada tahun 1995. Berdirinya organisasi ini berawal dari hancurnya perekonomian dunia pasca berakhirnya Perang Dunia II. Demi menatanya kembali, beberapa negara sepakat membentuk lembaga perdagangan untuk mengatur perdagangan dunia.
Pada saat itu, organisasi perdagangan dunia dikenal dengan GATT (General Agreement on Tarrifs and Trade) pada tahun 1948 sampai dengan 1994. GATT terbentuk dilatarbelakangi dari pertemuan Bretton Woods.
Pertemuan yang dikenal dengan United Nations Monetery and Financial Conference tersebut dilaksanakan pada Juli 1944 di Bretton Woods, New Hampshire – Amerika Serikat dan dihadiri 44 wakil negara.
GATT membantu membangun sistem perdagangan multilateral yang semakin liberal melalui perundingan perdagangan. Diawali dari negosiasi yang dikenal dengan “Uruguay Round” pada tahun 1986-1994, disepakati bahwa peran dan fungsi GATT digantikan oleh organisasi bernama World Trade Organization (WTO).
Adapun pada awal terbentuk, jumlah anggota WTO adalah sebanyak 154 negara. Hingga saat ini, anggota WTO berkembang hingga berjumlah 164 negara di seluruh dunia.
Tujuan dan fungsi WTO bagi perdagangan dunia
Sebagai suatu organisasi internasional yang berperan penting dalam mengatur masalah perdagangan dunia, WTO didirikan untuk menciptakan kesejahteraan bagi negara anggota melalui perdagangan internasional.
Tujuan yang ingin dicapai melalui sistem perdagangan multilateral seperti meningkatkan standar hidup, menjamin terciptanya lapangan kerja, meningkatkan produksi dan perdagangan serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dunia.
Sedangkan yang menjadi fungsi utama dari WTO adalah sebagai forum bagi para anggotanya untuk melakukan perundingan perdagangan serta mengadministrasikan semua hasil perundingan dan peraturan-peraturan perdagangan internasional.
Selain itu fungsi WTO lainnya seperti, mengatur perjanjian antar negara dalam perdagangan, mendorong arus perdangangan antara negara memfasilitasi perundingan dengan menyediakan forum negosisasi yang lebih permanen, menyelesaikan sengketa dagang, forum negosiasi perdagangan, memonitor kebijakan perdagangan suatu negara, dan memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang.
Berdasarkan situs resmi WTO, Indonesia sudah menjadi anggota GATT sejak 24 Februari 1950. Sementara, Indonesia menjadi anggota WTO sejak 1 Januari 1995.
Indonesia mendapat beberapa keuntungan selama bergabung dengan WTO, seperti perlindungan dari kecurangan perdagangan, dumping dan diskriminasi kebijakan, serta meluasnya pangsa pasar bagi komoditas-komoditas ekspor Indonesia.
Di sisi lain, bergabungnya Indonesia dalam WTO juga memberikat dampak negatif seperti industri Indonesia yang dinilai kalah bersaing dengan industri-industri negara maju dalam konteks perdagangan internasional. Selain itu, munculnya ketergantungan terhadap produk-produk negara maju.