Delima Silalahi, Aktivis Lingkungan Peraih Goldman Environmental Prize

Image title
27 April 2023, 11:40
Delima Silalahi, Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), menerima penghargaan Goldman Environmental Prize 2023.
Edward Tigor for the Goldman Environmental Prize
Delima Silalahi, Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), menerima penghargaan Goldman Environmental Prize 2023.

Delima Silalahi, Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), menerima penghargaan Goldman Environmental Prize 2023. Perempuan berusia 46 tahun ini menjadi satu-satunya aktivis asal Indonesia yang memenangkan penghargaan Goldman pada tahun ini.

Delima mendapatkan penghargaan untuk kategori negara pulau dan kepulauan. Penghargaan itu diberikan dalam seremoni yang diselenggarakan di Opera House San Francisco pada Senin (24/4) pukul 05.30 sore waktu San Fransisco atau Selasa (25/4) pukul 07.30 WIB.

Delima berkata, "Bagi kami, masyarakat Batak, tanah adalah identitas luhur kami. Kami berjuang untuk menjaga Ibu Bumi dan untuk melindungi identitas kami sebagai orang Batak."

Danau Toba di Sumatera Utara
Danau Toba di Sumatera Utara (Unsplash/Ari Anhari Harahap)
 
Melindungi Hak Masyarakat Adat atas Hutan Kemenyan dari Ketamakan Industri

Delima saat ini menjabat sebagai Direktur Eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), organisasi sipil yang berdedikasi untuk melindungi hutan adat di Sumatera Utara. Ia sendiri merupakan perempuan berdarah Batak yang berasal dari Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara.

Kegiatan aktivismenya dimulai saat ia masih menjalani pendidikan di tingkat perguruan tinggi. Kegiatan aktivisme itu mengantarkan ia bergabung menjadi sukarelawan di KSPPM sejak 1999.

Demi mengikuti berbagai kegiatan bersama KSPPM, ia kerap menghabiskan beberapa pekan terpisah dari keluarga untuk tinggal bersama masyarakat yang ia dampingi. Kegiatan itu dilakukan untuk semakin mengenal persoalan yang dihadapi masyarakat sehari-hari.

Sejak terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan Hutan Adat bukan Hutan Negara, Delima giat berkunjung dari desa ke desa untuk mengedukasi masyarakat ihwal putusan tersebut. Putusan yang terbit pada 2013 itu menjadi dasar bagi KSPPM untuk menjaga dan merebut kembali hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat mereka yang dirampas besar-besaran untuk kepentingan industri kertas, secara legal.

KSPPM memfasilitasi masyarakat melakukan pemetaan partisipatif yang menjadi salah satu alat bagi masyarakat untuk mendapatkan rekognisi. Masing-masing kelompok masyarakat secara aktif terlibat dalam mendokumentasikan setiap jengkal tanah warisan leluhur mereka dan merekam sejarah mereka.

Dalam melakukan kegiatan di tingkat tapak, Delima aktif berjejaring dengan organisasi sipil lainnya seperti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) untuk memperkuat gerakan di basis. Pada Juni 2021, Delima dan beberapa perwakilan kelompok masyarakat adat bertemu dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendesak pengakuan terhadap hutan adat milik masyarakat.

Pada 2022, gerakan-gerakan yang dibangun dari tingkat tapak itu membuahkan hasil. Pemerintah memberikan hak pengelolaan sah atas 7.213 ha hutan adat kepada enam kelompok masyarakat Tano Batak (termasuk 6.333 ha lahan yang diklaim kembali dari perusahaan dan 884 ha dari kawasan hutan negara).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...